SOLOPOS.COM - Direktur Yayasan Kakak Shoim Sahriyati (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) dalam laporan tahunannya pada 2020 mencantumkan Indonesia dalam daftar negara yang kebebasan beragamanya perlu diawasi.

Sementara pada 2019, melaporkan kondisi kebebasan beragama di Indonesia secara umum cenderung negatif. Hal itu ditandai dengan meningkatnya insiden intoleransi beragama, kriminalisasi penistaan agama, dan ancaman lanjutan dari kelompok garis keras dan kelompok intoleran lainnya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Baca Juga: FKUB Jateng Sebut Tren Intoleransi Soloraya Meningkat, Ini Pemicunya

Atas dasar itulah, Yayasan Kepedulian untuk Anak Surakarta (Kakak) bekerja sama dengan Search for Common Ground Indonesia (SFCG) bakal melakukan analisis situasi berkaitan dengan intoleransi yang terjadi pada agama atau keyakinan minoritas di Soloraya.

Direktur Yayasan KAKAK, Shoim Sahriyati, mengatakan analisa diharapkan bisa memberikan gambaran intoleransi dan toleransi berdasarkan pada realitas serta bagaimana peran dari berbagai pihak berkaitan dengan situasi tersebut.

“Kami ingin memetakan kelompok agama yang sulit dijangkau di Soloraya dan memahami bidang fokus, struktur/mekanisme operasional, dan kebutuhan kapasitasnya,” kata dia, kepada Solopos.com, usai Diskusi Kelompok Terarah Analisa Situasi Intoleransi di Soloraya di Restoran Goela Klapa, Selasa (26/10/2021).

Baca Juga: Program Desa Damai Jadi Upaya Tolak Intoleransi di Kota Solo

Analisa tersebut juga bertujuan mengidentifikasi praktik, peluang, tantangan, dan kesenjangan untuk advokasi toleransi dan perlindungan hak kelompok minoritas. Selain itu, mengidentifikasi aktor lain yang dapat memberikan kontribusi dalam advokasi toleransi dan upaya perlindungan hak kelompok minoritas.

Dalam diskusi tersebut, pihaknya mengundang perwakilan dari kelompok agama/keyakinan, CSO, dan dinas terkait dengan agama dan keyakinan. “Kami ingin mengetahui fakta di lapangan, apa yang terjadi kepada mereka. Bagaimana kami bisa mengadvokasi mereka, sehingga, praktik intoleransi bisa ditekan. Tidak sedikit intoleransi terjadi karena mereka tidak mengenal kelompok minoritas itu,” ucap Shoim.

Ia menyebut pelanggaran kebebasan beragama berdampak paling besar pada kelompok minoritas. Beberapa bentuk intoleransi diantaranya prasangka negatif, ujaran kebencian, dan penistaan agama atau bahkan sampai pada penganiayaan, khususnya terhadap agama minoritas.

Baca Juga: Perusakan 12 Makam di Mojo Solo Berbau Intoleran, Pelaku Diduga Anak Usia SD

Pelanggaran hak dalam agama bisa dilakukan oleh negara dan organisasi lain/kelompok mayoritas. Hal tersebut menjadi hambatan yang mendasar untuk lebih inklusif dan menuju masyarakat Indonesia yang toleran.

Dari fakta itulah, masyarakat sipil harus berperan aktif dalam mendorong perubahan, dengan kelompok lain yang bekerja untuk melawan intoleransi agama, mempromosikan pluralisme, dan meningkatkan perlindungan bagi agama minoritas. Moderator diskusi tersebut, Kangsure Suroto, dari Yayasan Satu Karsa Karya, menyebut hasil diskusi bisa menjadi salah satu acuan sebelum analisa dilakukan lebih mendalam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya