SOLOPOS.COM - Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (12/10/2021). Council on Tall Building and Urban Habitat (CTBUH) menempatkan Jakarta di peringkat 12 dunia sebagai kota dengan pencakar langit terbanyak, mengungguli Kuala Lumpur, Singapura, Melbourne, Beijing, Sydney, dan kota-kota maju dunia lainnya. ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.

Solopos.com, JAKARTA – Indonesia disebut lebih bisa bertahan dalam menghadapi krisis pandemi Civid-19 serta gejolak global yang terjadi saat ini, dibandingkan Sri Lanka dan Pakistan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, membeberkan perbedaan antara Indonesia dengan Sri Lanka dan Pakistan dalam menghadapi tantangan tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut dia, Indonesia termasuk kategori yang cukup resilient dalam menghadapi kondisi yang ada saat ini.

“Terkait dengan Sri Lanka dan Pakistan, perlu kami sampaikan bahwa Indonesia termasuk kategori yang cukup resilient menghadapi krisis pandemi dan gejolak global saat ini,” kata Febrio dalam konferensi pers APBN Kita Juni 2022, dikutip Jumat (24/6/2022).

Baca Juga: Didera Berbagai Masalah, Sri Lanka Dilanda Krisis Ekonomi Parah

Ada beberapa hal yang menjadi keuanggulan Indonesia.

Pertama, pengelolaan kebijakan, baik makro maupun moneter, Indonesia disebut sangat bijaksana dan konservatif  sejak lama.

Dari sisi fiskal, bahkan sejak periode sebelum pandemi Covid-19, kebijakan fiskal Indonesia disebut sudah sangat disiplin.

Dia mengatakan defisit Indonesia selalu berada di bawah 3% dari PDB. Demikian pula dengan utang negara yang juga berada di bawah 30% dari PDB.

“Dibandingkan dengan Sri Lanka dan Pakistan, di 2019 saja utang pemerintah masing-masing sudah melebihi 87% dan 86% dari PDB-nya. Ini sudah tiga kali lipat dari Indonesia, ini bahkan sebelum pandemi,” jelas dia.

Baca Juga: Dari Minus Pertumbuhan Ekonomi Jateng Kini Lampaui Nasional, Kok Bisa?

Sebelum pandemi Covid-19 merebak, defisit fiskal Sri Lanka di 2019 sudah mencapai 9,6%, sementara di Pakistan mencapai 9,1%.

Menurut dia, dengan perbedaan itu menunjukkan disiplin fiskal Indonesia menjadi modal bagi perekonomian untuk menghadapi ketidakpastian, baik sepanjang 2020-2021 lalu hingga ke depannya.

Di lain sisi, pengelolaan kebijakan moneter Indonesia juga disebut sangat konservatif, independen, dan kredibel.

Menurut Febrio, Bank Indonesia (BI) cukup disiplin dalam menjaga stabilitas inflasi dengan skema target inflasi.

“Inflasi kita selama lima tahun terakhir selalu terjaga di bawah 5%,” kata dia. Berbagai proyeksi lembaga-lembaga internasional juga menunjukkan Indonesia sebagai salah satu negara yang cukup kuat dalam menghadapi krisis global saat ini.

Diketahui, neraca berjalan Indonesia konsisten mengalami surplus pada 2022. IMF (International Monetary Fund) bahkan memprediksi surplus Indonesia bisa mencapai 3% dari PDB.

Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi berada di atas 5%. Febrio menyebutkan, tidak adil jika membandingkan kondisi Sri Lanka  dan Pakistan dengan Indonesia.

Selain itu, Indonesia diuntungkan dari sisi penerimaan negara dan perdagangan karena Indonesia merupakan eksportir terbesar beberapa komoditas seperti nikel, tembaga, batu bara, dan CPO. Ketika harga komoditas melambung tinggi, maka penerimaan dan perdagangan Indonesia akan meningkat.

Meski begitu, Febrio menegaskan Indonesia tetap harus waspada dan memonitor secara intensif dinamika global saat ini. Dia menyampaikan APBN akan selalu siap menjadi shock absorber guna menjaga kesehatan dan keberlanjutan fiskal Indonesia.

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul: Krisis Pandemi dan Resesi, Ini Beda Indonesia dengan Sri Lanka dan Pakistan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya