SOLOPOS.COM - Dolar dan rupiah (Dok/JIBI/Solopos/Reuters)

Ditjen Pajak diminta bergerak menyelidiki heboh WNI mentransfer Rp18,9 triliun dari Guernsey ke Singapura.

Solopos.com, JAKARTA — Regulator di Eropa dan Asia menyelidiki kasus transfer uang senilai USD1,4 miliar (Rp18,9 triliun) milik nasabah asal Indonesia dari Pulau Guernsey ke Singapura melalui Standard Chartered Plc. Ditjen Pajak pun diminta bergerak membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Waktu transfer ini terjadi pada 2015 sebelum Pulau Guernsey menerapkan Common Reporting Standard, sebuah kerangka global untuk pertukaran data pajak. Ke bijakan ini baru berlaku global pada awal 2016.

Pada akhir Juli lalu, Standard Chartered menyatakan telah menutup kantor mereka di Guernsey dan mentransfer semua layanan kredit menuju Singapura. Bank pusat Singapura, Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS), bekerja sama dengan Komisi Layanan Ke uangan Guernsey (Guernsey Financial Services Commission/GFSC) turut menyelidiki rantai peristiwa aktivitas itu.

Aset itu dipindahkan pada akhir 2015 sebelum Pulau Channel di perbatasan Prancis-Inggris mengadopsi Common Reporting Standard (CRS), sebuah sistem global untuk pertukaran data pajak yang dimulai 2016. Standard Chartered kemudian menutup operasinya di pulau tersebut tahun lalu.

Di bawah CRS yang ditandatangani 100 negara, setiap bank secara otomatis membuka laporan tahunan tentang rekening para nasabah dalam rangka transparansi pajak. Baik Inggris, Guernsey, Singapuran, dan Indonesia, telah menandatangani CRS, namun menerapkan standar timeline yang berbeda. Baca juga: Transfer Rp18,9 Triliun Nasabah Indonesia dari Guernsey ke Singapura, Ditjen Pajak Belum Punya Data.

Guernsey yang selama ini dikenal sebagai surga bagi pemilik aset karena menerapkan pajak rendah, juga mengadopsi CRS pada 2016 dan menerbitkan laporan pertama mereka tahun ini. Standard Chartered pun telah menutup cabangnya di Guernsey dan mentransfer semua layanan dan aset ke Singapura.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, transaksi aliran dana tersebut bisa berasal dari banyak hal, misalnya individu yang meletakkan uangnya di luar negeri, pencucian uang, kasus korupsi, transaksi narkoba, dan upaya untuk menghindari pajak.

“Hal ini berbarengan dengan rencana Inggris yang akan menerapkan The Auto matic Exchange of Information, saya yakin hal ini masih banyak dan cukup umum terjadi di luar negeri,” kata dia.

Untuk itu, dia meminta kepada seluruh pihak, baik Ditjen Pajak, Kepolisian RI, PPATK termasuk TNI dan Kemenhan agar bekerja sama sehingga bisa mendalami dan mencari tahu transaksi mencurigakan tersebut. Yustinus pun menyarankan untuk di bentuk satuan tugas (satgas) khusus.

“Satgas ini bisa membantu pemerintah mendapatkan data mengenai WNI yang memiliki aset di luar negeri sehingga bisa diperoleh potensi pendapatan pajaknya,” ucapnya.

Yustinus menambahkan, menurut dia beredarnya uang di luar negeri oleh WNI jelas merugikan negara. Selain mengurangi potensi pendapatan negara melalui pajak, hal tersebut juga merugikan perekonomian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya