SOLOPOS.COM - Petugas keamanan internal Museum Sangiran berjalan di dekat tembok bertuliskan Museum Manusia Purba Sangiran, baru-baru ini. (Kurniawan/JIBI/Solopos)

Wisata Sragen, masyarakat sekitar Sangiran belum memanfaatkan potensi secara optimal.

Solopos.com, SRAGEN — Sebagai world heritage (warisan dunia), Situs Sangiran seluas 59,21 kilometer persegi yang membentang di 3 kecamatan di Sragen (Plupuh, Kalijambe, Gemolong) dan 1 kecamatan di Karanganyar (Gondangrejo) ibarat harta karun bagi masyarakat dunia, tak terkecuali masyarakat setempat. Sayang, belum banyak masyarakat lokal merasakan manisnya warisan tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Padahal banyak potensi lokal yang sebenarnya bisa dikembangkan di kawasan itu. Sebut saja potensi kerajinan suvenir bikinan warga Dukuh Sangiran, Krikilan, Kalijambe, Sragen. Pada periode akhir 1990an terdapat 35 pengrajin suvenir di dukuh itu. Mereka menjadikan profesi membuat kerajinan tangan sebagai pekerjaan utama.

Ironis, kelompok pengrajin tersebut justru tenggelam pascapembangunan museum Sangiran dan klasternya. Kini tinggal tiga pengrajin yang eksis menekuni profesi mereka. Itu pun lantaran mereka tak punya pilihan lain sumber penghasilan. Sedangkan 30an pengrajin lalinya memilih beralih profesi.

Potensi lain kawasan ini adalah keberadaan tempat-tempat penemuan fragmen fosil, lapisan tanah, dan jejak lautan dalam di Sangiran berupa beberapa sumber mata air berasa asin. Berbagai potensi tersebut belum tergarap optimal sebagai nilai lebih kawasan Sangiran.

Berdasar perhitungan Badan Pelestari Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMPS) baru 30 persen kekayaan situs yang tergali. Sekitar 70 persen fosil menunggu eksplorasi. Kondisi itu menggugah kesadaran beberapa warga membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Wonderful Sangiran pada 1 Februari 2017, atas prakarsa Sadiman, warga setempat.

“Arahnya kami melayani paket-paket kunjungan wisata ke objek-objek pendukung seperti mata air asin,” kata dia. Sadiman berharap layanan paket wisata tersebut bisa menggerakkan ekonomi lokal, sehingga bisa memberikan penghasilan tambahan bagi warga.

Targetnya peningkatan ekonomi warga. “Maksud saya kan ada dana desa, mbok yao berapa persen gitu untuk pengembangan wisata. Saya itu sudah koordinasi gak keruan. Sejauh ini belum ada dana desa yang untuk pariwisata setahu saya,” kata dia.

Buruh Bangunan

Harapan terhadap kemajuan wisata Sangiran juga datang dari Suyono, 42, salah seorang pengrajin suvenir asal Dukuh Sangiran, Krikilan, Kalijambe. Saat , tiba di rumahnya, Senin (9/10/2017) dia mengaku sudah beberapa bulan terakhir tidak banyak garapan. Usaha pembuatan kerajinan tangan atau suvenir untuk wisatawan Situs Sangiran lesu. Kondisi tersebut jauh berbeda dibandingkan periode 1990 an, dan awal-awal periode 2000 an.

Tak pelak 30an pengrajin suvenir di Krikilan terpaksa alih profesi menjadi buruh bangunan. Kini tinggal Suyono dan dua koleganya yang masih aktif membuat kerajinan tangan bercorak kekayaan Situs Sangiran.

“Sedang sepi pesanan. Permintaan dari pedagang suvenir di kios-kios Museum Sangiran juga lesu. Sebenarnya ingin cari pendapatan tambahan. Tapi tak ada pilihan lain,” tutur dia.

Kendati pemerintah pusat telah membangun megah Museum Sangiran, nyatanya kondisi ekonomi Suyono dan kawan-kawan tidak banyak berubah. Berbagai suvenir keluaran pabrik sudah masuk ke pusat suvenir Museum Sangiran. Beragamnya model, bentuk, dan warna suvenir buatan pabrik membuat kerajinan tangan lokal Sangiran kesulitan bersaing.

“Sebenarnya kalau ada keberpihakan pemerintah seperti di Gianyar, Bali, akan sangat membantu pengrajin lokal. Seperti misalnya mengarahkan wisatawan berkunjung ke sentra kerajinan tangan Sangiran,” ujar dia.

Belum lama ini Suyono dan beberapa pengrajin lokal lain diajak studi banding ke sentra kerajinan tagan di Gianyar oleh BPSMPS. Suyono menyimpulkan peran pemerintah sangat vital bagi kemajuan pengrajin.

“Saya memulai usaha ini pakai modal sendiri. Keterampilan membuat suvenir belajar autodidak dari kakak saya. Baru sekali dapat bantuan peralatan saat zamannya Pak Bawono [Bupati Sragen],” sambung Suyono.

Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan Jateng, Sunaryo, mengatakan sebenarnya desa-desa di kawasan Situs Sangiran bisa berkreasi mendasarkan potensi lokal dengan konsep desa wisata. “Jangan hanya satu desa yang melakukan itu. Desa-desa di kawasan situs ini perlu saling berkoordinasi, dan membuat grand design desa wisata sesuai potensi khas masing-masing. Itu akan bagus sekali, dan justru sangat diharapkan,” ujar dia.

Apalagi menurut Sunaryo saat ini desa sudah disokong anggaran yang besar untuk mengembangkan dirinya. “Dengan tumbuhnya desa-desa wisata itu akan mempercepat proses kemandirian desa,” kata dia.

Konsep Desa Wisata

Sunaryo mencontohkan pengembangan ekonomi masyarakat dengan penyediaan tempat penginapan wisatawan dengan konsep homestay. Teknisnya dengan memberikan pemahaman masyarakat, dan menyediakan sarana yang layak.

Bisnis homestay itu menurut Sunaryo potensial lantaran selama ini masa tinggal wisatawan Sangiran sangat pendek. Bila ada homestay dengan sarana atau peralatan sesuai standar tamu, dia menilai sangat bagus.

“Poinnya adalah bagaimana potensi desa disisipkan pada kepariwisataan yang lebih luas. Dengan demikian ide-ide dari desa-desa secara integral menjadi ciri dari kawasan budaya secara keseluruhan,” imbuh dia.

Sunaryo menilai sudah saatnya pemdes dan BPD berani keluar dari zona nyaman, dan tampil lebih inovatif. Apalagi tahun depan nilai dana desa yang digulirkan akan kembali meningkat secara signigikan.

“Sangiran ini masih berupa bahan mentah. Dengan framming desa wisata atau eco wisata, maka kegiatan-kegiatan akan lebih terarah. Tidak semata cepat-cepatan membangun infrastruktur jalan,” sindir dia.



Kades Krikilan, Widodo, mengatakan total dana desa tahun 2017 untuk Krikilan sekitar Rp865.664.000. Saat ini dana yang sudah turun dan digunakan baru tahap I sebesar Rp519.398.400.

Mayoritas dana itu digunakan untuk pembangunan infrastruktur di setiap dusun/dukuh. Selain untuk infrastruktur, ada anggaran Rp80 juta untuk alokas dana khusus yang merupakan kebijakan Pemkab.

Alokasi dana khusus untuk membiayai bidang penyelenggaraan pemerintah sebesar Rp55 juta, dan pembinaan kemasyarakatan Rp25 juta. Sedangkan pemberdayaan masyarakat pakai alokasi dana desa.

Penyelenggaraan pemerintahan meliputi pembuatan profil desa Rp15 juta, pengadaan perangkat sistem informasi desa (SD) Rp20 juta, pengembangan SID Rp15 juta, dan monitoring sebesar Rp5 juta. Sedangkan bidang pembinaan kemasyarakatan meliputi kegiatan penguatan program keluarga berencana (KB) Rp15 juta, serta pencegahan kekerasan terhadap ibu dan anak dengan anggaran Rp10 juta.

“Mayoritas untuk infrastruktur, sesuai arahan dari Pemkab. Dan setelah kami bawa ke forum musyawarah desa [musdes} memang sinkron. Untuk tahap II akan kami gunakan 100 persen untuk infrastruktur,” kata dia.

Ihwal program yang bertumpu kearifan lokal potensi pariwisata, menurut Widodo, belum banyak disentuh. Sebab Pemdes masih fokus pembenahan infrastruktur yang juga penting untuk pengembangan wisata.

“Sebenarnya kami berharap pembenahan infrastruktur ini bisa dilakukan BPSMPS. Tapi nyatanya infrastruktur jadi tanggung jawab pemda. Infrastruktur yang dibangun ini kan jalur-jalur wisata juga,” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya