SOLOPOS.COM - Ilustrasi jam kerja panjang (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA–Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa jam kerja panjang telah membunuh ratusan ribu orang setiap tahun, terlebih dalam tren yang semakin meningkat akibat pandemi Covid-19. Simak ulasan selengkapnya di tips kesehatan kali ini.

Penelitian terkait dengan jam kerja yang lebih panjang dalam makalah di jurnal Environment International menunjukkan bahwa 745.000 orang meninggal karena stroke dan penyakit jantung terkait dengan durasi bekerja yang panjang pada tahun 2016.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Angka kematian akibat jam kerja panjang tersebut meningkat hampir 30 persen dibandingkan 2000.

Baca Juga: Viral Menahan Napas untuk Cek Kesehatan Paru, Apa Kata Dokter?

“Bekerja 55 jam atau lebih sepekan merupakan bahaya kesehatan yang serius,” kata Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan WHO, Maria Neira, dikutip dari Reuters pada Selasa (18/5/2021).

“Yang ingin kami lakukan dengan informasi ini adalah mempromosikan lebih banyak tindakan, lebih banyak perlindungan terhadap pekerja,” imbuhnya seperti melansir Antaranews.com, Selasa (18/5/2021).

Penelitian tentang jam kerja panjang tingkatkan risiko kematian ini mengambil data dari 194 negara. Studi bersama, yang diproduksi oleh WHO dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), menunjukkan bahwa sebagian besar korban (72 persen) adalah laki-laki dan berusia paruh baya atau lebih. Seringkali, kematian terjadi jauh di kemudian hari, kadang-kadang beberapa dekade kemudian, daripada kerja shift.

Hal tersebut juga menunjukkan bahwa orang yang tinggal di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat – wilayah yang ditentukan WHO yang mencakup China, Jepang dan Australia – adalah yang paling terpengaruh.

Secara keseluruhan, penelitian mengatakan bahwa jam kerja panjang 55 jam atau lebih sepekan dikaitkan dengan risiko stroke 35 persen lebih tinggi dan risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik 17 persen lebih tinggi dibandingkan dengan 35-40 jam kerja per minggu.

Studi tersebut mencakup periode 2000-2016, dan tidak termasuk pandemi Covid-19, tetapi pejabat WHO mengatakan lonjakan pekerja jarak jauh dan perlambatan ekonomi global akibat darurat virus corona mungkin telah meningkatkan risiko.

Baca Juga: Terpaksa Berada dalam Kerumunan? Dokter Paru Sarankan Ini

“Pandemi mempercepat perkembangan yang dapat mendorong tren peningkatan waktu kerja,” kata WHO, memperkirakan bahwa setidaknya 9 persen orang bekerja dengan jam kerja yang panjang.

Staf WHO, termasuk ketuanya Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan mereka telah bekerja berjam-jam selama pandemi dan Neira mengatakan badan PBB akan berusaha memperbaiki kebijakannya sehubungan dengan penelitian tersebut.

Capping hours bermanfaat bagi pengusaha karena telah terbukti meningkatkan produktivitas pekerja, kata petugas teknis WHO Frank Pega.

“Ini benar-benar pilihan cerdas untuk tidak menambah jam kerja panjang dalam krisis ekonomi,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya