SOLOPOS.COM - SBY dan Jokowi (Detik)

Solopos.com, JAKARTA—Dua pemimpin negara, Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY berulang kali menyampaikan ancaman perekonomian berupa resesi di tingkat global. Selain resesi, terdapat kondisi yang lebih berat yakni depresi ekonomi, tetapi perlukah kita khawatir atas kondisi itu?

Jokowi menggunakan berbagai diksi untuk menggambarkan ekonomi global tahun depan, mulai dari kondisi penuh tantangan, penuh awan gelap, hingga badai besar. Ungkapan itu memang bukan tanpa dasar, lonjakan harga energi dan pangan yang mendorong inflasi terus meningkat membuat prospek ekonomi global lebih muram.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

International Monetary Fund (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 menjadi 2,7%. Padahal, pada Januari 2022 lembaga itu masih meyakini pertumbuhan ekonomi tahun depan pada level 3,8% dan Juli 2022 masih di 2,9%, artinya prospek 2023 terus menurun.

Baca Juga Xi Jinping dan Putin Gelar KTT Bersama Pemimpin Asia

“Tahun ini sulit dan tahun depan, sekali lagi saya sampaikan akan gelap, dan kita tidak tahu badai besarnya seperti apa, sekuat apa tidak bisa dikalkulasi,” ujar Jokowi pada pekan lalu.

Selain Jokowi, SBY pun menyampaikan kekhawatiran serupa. Menurutnya, perang antara Rusia dan Ukraina dapat semakin membahayakan keamanan internasional karena pengaruhnya yang sangat besar terhadap perekonomian.

SBY pun menyebut bahwa resesi ekonomi global pasti semakin memukul kehidupan semua bangsa, yang saat ini sudah dalam keadaan sulit. Dia pun mengkhawatirkan dampak perang dapat memukul kondisi masyarakat banyak dan mempersulit ekonomi mereka.

Baca Juga Konjen China: Kunjungan Presiden Jokowi Jadi Pelopor

“Kita tidak tahu dampak buruk jika krisis ekonomi global terjadi disertai ‘cost of living crisis’, dan perang besar terjadi di Eropa yang melibatkan barat [Amerika Serikat dan sekutunya] melawan Rusia dan sekutunya. Tentunya kita tidak ingin mengalami lagi great depression sebelum Perang Dunia II dulu,” tulis SBY dalam cuitan di akun Twitternya, dikutip pada Senin (17/10/2022).

SBY menyebut bahwa kondisi dunia akan semakin rumit jika konflik geopolitik terus memanas dan menjadi konflik militer terbuka, misalnya antara China melawan Taiwan dan melibatkan para pendukungnya. Jika itu terjadi, ancaman terhadap perekonomian akan semakin terbuka dan resesi bukan tidak mungkin terjadi.

Perlukan Indonesia Khawatir?

Ekonom Julius Shiskin menjelaskan bahwa perlambatan aktivitas ekonomi atau produksi dapat tercermin dari pergerakan produk domestik bruto (PDB), apabila dalam dua kuartal berturut-turut terjadi penyusutan produksi berarti terdapat masalah mendasar yang serius. Kondisi PDB yang negatif dalam dua kuartal berturut-turut menjadi standar resesi yang umum.

Baca Juga Perang Korupsi dan Peluang Xi Jinping Jadi Presiden

Terdapat sejumlah indikator yang menunjukkan ekonomi suatu negara berada dalam kondisi resesi, yakni banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan, sektor swasta mencatatkan penurunan penjualan yang signifikan, hingga turunnya pengeluaran (output) ekonomi negara secara keseluruhan.

Pada 2020, Indonesia sempat mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif dalam dua kuartal berturut-turut, yakni pada kuartal II/2020 (–5,32%) dan kuartal III/2022 (–3,49%). Berbagai pihak menilai bahwa Indonesia mengalami resesi saat itu karena berbagai indikator menunjukkan pelemahan sebagai dampak pandemi Covid-19, tetapi hal itu bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan seluruh dunia.

Khawatir Depresi Ekonomi

Selain resesi, terdapat kondisi yang lebih mengkhawatirkan, yakni depresi ekonomi. Depresi merupakan kondisi ketika PDB suatu negara negatif selama empat bulan berturut-turut, seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada 1929 (The Great Depression).

Baca Juga Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Bakal Ditinjau

Perlukah Indonesia mengkhawatirkan ancaman resesi global yang berisiko terjadi pada tahun depan? Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai bahwa Indonesia memang akan turut terpengaruh oleh kondisi global. Menurutnya, ekonomi Indonesia akan melambat pada awal 2023 seperti halnya proyeksi sejumlah lembaga.

Namun, Chatib meyakini bahwa Indonesia tidak akan terseret ke jurang resesi karena fundamentalnya yang kuat. “Kalau ditanya apakah Indonesia akan resesi atau tidak, jawaban saya tidak,” ujar Dede, panggilan akrab Chatib, pada pekan lalu.

Menurutnya, salah satu kebijakan yang dapat diambil Indonesia adalah ekspansi fiskal. Namun, pendapatan negara berpotensi berkurang seiring adanya perlambatan ekonomi global dan turunnya harga komoditas sehingga pemilihan kebijakan harus hati-hati, apalagi Indonesia akan memasuki masa konsolidasi fiskal tahun depan.

 

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Apa Itu Resesi dan Depresi Ekonomi? Perlukah Indoenesia Khawatir?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya