SOLOPOS.COM - Para pekerja tengah mengangkut kayu yang ditebang di kawasan hutan Perum Perhutani di Desa Tubokarto, Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri, Senin (15/2/2021). (Solopos/M. Aris Munandar)

Solopos.com, WONOGIRI - Perhutani memberikan tanggapan terkait permintaan warga di Desa Tubokarto, Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri, yang ingin penebangan dihentikan. Perhutani menyebut penebangan pohon ini sudah sesuai kajian dan perhitungan sehingga warga tak perlu khawatir banjir.

Seperti diketahui, warga tiga dusun di Desa Tubokarto, Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri, berharap penebangan pohon di hutan milik Perum Perhutani petak 49 blok tiga dihentikan. Mereka khawatir muncul bencana banjir seperti yang terjadi di Dusun Sladi dan Salak pada pada 2016 dan 2017. Ada 23 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak saat itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menanggapi hal itu, Asisten Perhutani (Asper) Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Baturetno, Budi Rusmanto, didampingi Danru Polmob KPH Surakarta, Siswo, mengatakan kekhawatiran warga akan terjadinya bencana banjir di tiga dusun itu terlalu berlebihan.

Baca Juga: Pasien Kanker Bisa Divaksin Covid-19, Asal…

"Protes ini kan karena kekhawatiran warga. Mereka mendapat informasi bahwa lahan hutan produksi yang pohonnya ditebang seluas 32,7 hekatare. Padahal pada kali ini yang ditebang hanya sepuluh hektare," kata dia kepada wartawan di hutan Tubokarto, Senin.

Budi mengatakan, pohon yang akan ditebang sekitar 1.000 batang. Hingga Senin, pohon yang sudah ditebang sudah 109 batang. Adapun jenis pohon yang ditebang didominasi oleh jenis Pinus, sebagian kecil jenis Mahoni dan Sono.

"Penebangan ini kan sudah berdasarkan kajian dan perhitungan juga. Nantinya ketika pohon ditebang, langsung ditanami pohon kembali. Mereka menolak tanpa didasari kondisi hutan yang warga miliki. Langsung berpendapat penyebab banjir karena penebangan di hutan produksi," lanjut Budi.

Kelas Hutan

Warga juga sempat berharap hutan di wilayah tersebut dialihfungsikan menjadi hutan lindung. Budi menjelaskan, kawasan hutan lindung di kawasan itu jauh lebih luas dibandingkan hutan produksinya. Luas hutan lindung di kawasan itu, yang terdiri dari tiga petak yakni 200 hektare. Sedangkan hutan produksinya hanya 32,7 hektare.

"Jika ingin berharap hutan produksi itu beralih menjadi hutan lindung silahkan mengajukan ke Kementerian terkait. Namun, menurut kami penentuan kelas hutan produksi dan hutan lindung di kawasan ini sudah tepat. Lebih luas hutan lindungnya. Tentunya penentuan itu, dulu sudah berdasarkan kajiannya dan sudah ada SK," papar Budi.

Baca Juga: Ternyata Luweng di Desa Joho Wonogiri Sudah Banyak, Kenapa Cari yang Sudah Hilang?

Selain itu, kata dia, pohon yang ditebang saat ini sudah tua dan memang sudah saatnya ditebang. Sebanyak 1.000 batang yang ditebang itu merupakan pohon yang ditanam sejak 1976 lalu. Jika penebangan menunggu pohon yang baru ditanam tumbuh besar, justru bisa merusak pohon yang baru ditanam.

"Kami tegaskan, pohon yang ditebang itu di kawasan hutan produksi, bukan hutan lindung. Penebangan dilakukan memang sudah saatnya pada masa daur. Nanti kami tanam pohon lagi di lokasi penebangan," kata Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya