SOLOPOS.COM - Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Solo Selvi Ananda melihat maggot di Kelurahan Joglo, Kecamatan Banjarsari, Solo, Kamis (27/10/2022). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO–Warga RT 002 RW 005 Kelurahan Joglo, Kecamatan Banjarsari, Solo bisa menghasilkan 100 kg maggot atau belatung lalat hitam setiap dua pekan. Maggot dibudi daya dengan sampah sisa makanan untuk mengurangi sampah organik yang dibuang.

Pantauan Solopos.com, Kamis (27/10/2022), pencanangan kampung cerdas pangan dengan  kegiatan pasar tani dan pangan murah berlangsung meriah di Kelurahan Joglo, Kecamatan Banjarsari, Solo, Kamis (27/10/2022).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Solo Selvi Ananda melihat belasan stan milik  kelompok tani dan kelompok wanita tani (KWT) se Kecamatan Banjarsari.

Warga yang terlibat menawarkan berbagai produk olahan pangan yang merupakan hasil panen dari kelompok tani dan KWT, antara lain aneka keripik, rengginang, satai, abon. Produk kebutuhan pokok lain juga tersedia, antara lain beras dan minyak goreng.

Selvi memborong produk milik kelompok tani dan KWT itu. Namun, langkah Selvi mengunjungi stan pertanian yang menata produk berupa maggot. Selvi tidak melakukan transaksi pada stan itu, tetapi dia bertanya-tanya mengenai maggot.

Maggot itu merupakan hasil budi daya yang dikelola warga RT 002 RW 005  Kelurahan Joglo. Maggot itu diternak dengan memanfaatkan sisa makanan sehingga sisa makanan tidak terbuang, namun ada nilai ekonomisnya.

Salah satu warga yang melakukan budi daya maggot, Suparno, 64, menjelaskan ada lima orang yang budi daya bersama di bawah binaan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Solo dan Yayasan Gita Pertiwi sejak 1,5 tahun lalu.

Warga semula mendapatkan pelatihan, pendampingan, dan akses jaringan untuk mendapatkan sampah dari sisa makanan.

Larva menetas dalam waktu lima hari lalu siap dijual selama dua pekan. Dua gram larva bisa menjadi 5 kg maggot.

“Produksi bisa panen 100 kg per dua pekan. Kami mengumpulkan sampah organik milik warga dan mendapatkan sampah sisa makanan dari hotel-hotel,” kata Suparno.

Dia menjelaskan pasar maggot di Kota Solo masih banyak. Mereka menjualnya kepada peternak lele dan para pengepul yang mengeringkan maggot untuk dijual kembali.

“Dijual langsung Rp7.000/kg. Untuk yang mengambil ke sini Rp6.000/kg,” paparnya.

Selain mengurangi sampah organik, budi daya maggot bagi Suparno dan teman-temannya merupakan sumber penghasilan tambahan. Dia merupakan penjahit.

Sebelumnya, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Solo Eko Nugroho Isbandijarso menjelaskan pencanangan kampung cerdas pangan sebagai salah satu wujud implementasi Kota Solo sebagai kota yang menandatangani Pakta Milan yakni perjanjian internasional tentang penyediaan pangan cerdas di perkotaan.

“Kami tunjuk Kelurahan Joglo sebagai salah satu contoh karena ada beberapa yang memenuhi pilar-pilar kota cerdas pangan, antara lain keamanan pangan dari produsen ke konsumen, perbaikan pola konsumsi pangan, pemanfaatan pangan lokal, dan pemanfaatan sampah pangan dengan budi daya maggot,” jelasnya.

Eko menjelaskan kelompok tani dan KWT se Kecamatan Banjarsari telah menunjukkan upaya peningkatan ketahanan pangan meskipun dengan kondisi lahan terbatas. Dia berharap kelurahan lain bisa menjadi  kampung cerdas pangan.

“Harapan kami unsur penta helix terlibat dari pemerintah, perguruan tinggi dengan pengabdian masyarakat, dunia usaha memberikan CSR [tanggung jawab sosial perusahaan], dan media menyajikan berita,” jelas dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya