SOLOPOS.COM - FX. Hadi Rudyatmo (Istimewa)

Solopos.com, SOLO -- Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, memberikan tanggapannya terkait rencana eksekusi pengosongan lahan Taman Sriwedari yang kembali digulirkan Pengadilan Negeri (PN) Solo.

Rudy, sapaan akrab Wali Kota Solo, menegaskan jika eksekusi itu dilakukan, rakyat akan bergerak. Rudy mengatakan lahan dan bangunan di kawasan itu sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bukti kepemilikan lahan itu adalah sertifikat hak pakai (HP) 40 mulai dari Gedung Wayang Orang (GWO) ke timur sampai Jl. Museum.

Lalu HP 41 yang batasnya mulai Stadion Sriwedari hingga Museum Radya Pustaka, serta HP 26 yang ada Museum Keris.

Tak Cuma Merapi, Gunung Semeru Juga Erupsi

Sertifikat tanah tersebut merupakan bukti kepemilikan sah yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) sehingga, menurut Rudy, PN tak punya dasar hukum yang kuat saat menerbitkan surat penetapan eksekusi.

“Kami akan koordinasi dengan kejaksaan sebagai pengacara negara untuk mendampingi. Kalau nanti ada eksekusi dan rakyat melawan kan saru [tidak patut]. Mestinya harus dipikir lebih dahulu,” jelasnya ditemui wartawan di ruang kerjanya, Rabu (4/3/2020).

Gugatan Pemkot

Rudy, panggilan akrabnya, menyampaikan BPN mengeluarkan sertifikat itu berdasarkan gugatan Pemkot pada 2015. Pemkot meminta peninjauan kembali (PK) karena hakim dianggap melakukan kesalahan.

Begini Sosok HA, Pria Karanganyar Peneror Artis Syifa Hadju Di Mata Keluarganya

Kesalahan dimaksud yakni saat ahli waris menuntut kepemilikan lahan Sriwedari seluas 3,4 hektare justru dikabulkan hampir 9,8 hektare.

“Bahasa hukumnya ultra petita. Kemudian, sidang majelis eksaminasi juga sudah kami lakukan, intinya secara kronologi sejarah, lahan Sriwedari tetap menjadi milik Pemkot,” bebernya.

Kalau sertifikat itu palsu, Rudy mempersilakan menggugat BPN, bukan Pemkot. Justru, kata Rudy, yang patut dipertanyakan adalah Eigendom Verponding (produk hukum pertanahan pada zaman penjajahan kolonial Belanda di Indonesia) atau R.V.E. lahan Sriwedari.

"Kami punya yang asli dan menjadi novum baru kami ke MA," kata dia.

Legislator Wonogiri Ragu Pemkab Tak Tahu Ada Pabrik Pupuk Palsu di Pracimantoro

Eksekusi oleh pengadilan, sambung Rudy, akan menimbulkan suasana tak kondusif. BPN/ATR juga telah mengirimkan surat ke PN terkait sertifikat kepemilikan lahan itu.

Mereka menyebut PN tak memiliki kewenangan karena dasar eksekusi yakni status R.V.E. No. 295 sudah ditolak BPN. Alasannya, R.V.E. No. 295 itu bukan hak atas tanah melainkan tanah negara bekas hak pakai.

Sebagaimana diinformasikan, PN Solo kembali menerbitkan surat penetapan eksekusi pengosongan paksa Sriwedari pada 21 Februari 2020. Dalam surat itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo diminta menyerahkan tanah Sriwedari seluas 10 hektare kepada ahli waris R.M.T. Wirjodiningrat.

Batas Wilayah

Kuasa hukum ahli waris Sriwedari, Anwar Rachman, mengatakan Pemkot harus menyerahkan aset itu termasuk bangunan di atasnya. Batas tanahnya adalah sebelah utara Jl. Slamet Riyadi, sebelah timur Jl. Museum, sebelah selatan Jl. Kebangkitan Nasional, dan sebelah barat Jl. Bayangkara.

Tak Netral Di Pilkada 2020, Data PNS Sukoharjo Siap-Siap Diblokir

Bangunan yang rencananya ikut dieksekusi adalah Stadion Sriwedari, Museum Keris, Masjid Taman Sriwedari Solo (MTSS), Selter Sriwedari, dan Museum Radya Pustaka.

Selain itu juga Grha Wisata Niaga, Kantor Dinas Pariwisata (Dispar), Gedung Wayang Orang (GWO), Segaran, dan deretan kios pigura atau pujasera.

“Tidak ada win-win solution. Pemkot harus menyerahkan seluruhnya. Kalaupun opsi itu ada, siapa yang membagi, siapa yang lebih berhak. Tidak ada itu,” kata dia kepada wartawan, Selasa (3/3/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya