SOLOPOS.COM - Taufiq Arifin dari UNS Fintech Center, berbicara dalam event SoloKeren #2 dengan tema Milenial Melek Digital yang digelar di Gedung Edutorium UMS, Solo, Minggu (26/6/2022) malam. (Solopos/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Literasi keuangan digital kaum milenial dan generasi Z Indonesia masih sangat rendah, bahkan kalah jauh dibandingkan negara tetangga seperti Singapura.

Hal itu sangat disayangkan mengingatkan generasi tersebut merupakan potensi besar yang seharusnya dapat mendorong akselerasi perekonomian bangsa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pendapat itu disampaikan Taufiq Arifin dari UNS Fintech Center, saat menjadi pembicara event SoloKeren #2 dengan tema Milenial Melek Digital yang digelar di Gedung Edutorium UMS, Solo, Minggu (26/6/2022) malam.

Taufiq memerinci dari 270 juta penduduk Indonesia, sekira 27 persennya merupakan generasi milenial dan 25 persen adalah Generasi Z. Artinya lebih dari 50 persen penduduk Indonesia merupakan anak muda yang pada usia produktif menjadi tumpuan perekonomian.

Kondisi itu menjadi bonus demokrasi yang dapat menguntungkan Indonesia, terutama jika kaum milenial itu bisa dengan cepat menguasai literasi keuangan digital.

Baca Juga: SoloKeren #2: Milenial Melek Digital, Tak Perlu Takut Nabung di Bank

“Teman-teman ini akses informasinya luar biasa, tidak hanya FB, Tiktok, bahkan menghasilkan uang dari sana. Banyak aplikasi lain yang bisa memberikan profit. Tapi yang menyedihkan literasi kita skorenya hanya 30-37 persen,” ujarnya.

Taufiq menambahkan nilai literasi itu hanya setengah dari nilai Singapura yang mencapai 60 persen. “Jadi kita secara digital cerdas, tapi secara finansial masih jauh dari ideal,” imbuhnya.

Taufiq mencontohkan rendahnya tingkat literasi keuangan digital itu misalnya masih minimnya kaum milenial dan generasi Z yang sudah mempunyai uang cadangan untuk kondisi darurat.

Baca Juga: Besok Event SoloKeren#2 Digelar, Ini Harapan LPS

Dana Cadangan

Adanya uang cadangan itu menjadi bukti atau parameter kesadaran seseorang untuk mengantisipasi situasi darurat. Mirisnya, dia melanjutkan berdasarkan hasil survei, hanya 16 persen generasi muda punya dana cadangan.

“Jadi itu tanda bahwa financial literacy kita masih sangat rendah. Apalagi nanti soal berapa yang punya instrumen investasi, itu pasti lebih parah lagi,” katanya.

Tantangannya, lanjut Taufiq, kaum milenial cenderung bermental ogah ketinggalan dari rekannya. Sehingga misalnya temannya nongkrong di kafe dia merasa ketinggalan jika hanya di kamar dan belajar.

Baca Juga: SoloKeren#2 Siap Digelar, Ada Video Challenge Berhadiah Total Rp10 Juta

Yang semakin membuat kaum milenial Indonesia kurang dalam kecerdasan literasi keuangan digital yaitu prinsip hidup hanya sekali dan harus dinikmati. Pandangan itu membuat banyak anak muda ketika memiliki uang memilih menyenangkan diri sendiri.

“Nah ini jadi masalah bagi kita. Sebab salah satu parameter melek digital punya uang darurat. Ini saya kira penting bagi kita untuk tahu perspektif itu. Mahasiswa perlu belajar lengkap, tidak sebagian saja,” sesalnya.

Taufiq menekankan pentingnya belajar literasi keuangan digital dari sumber yang valid dan lengkap. Sebelum benar-benar menguasai hal itu dia menyarankan agar tidak mengambil keputusan untuk mengikuti sebuah tren atau penawaran orang lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya