SOLOPOS.COM - Suasana Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Minggu (20/6/2021) siang. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO — Pegiat sejarah yang juga Ketua Solo Societeit, Dani Saptoni, menyayangkan tertutupnya Sasana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta selama beberapa tahun terakhir.

Padahal tempat itu merupakan perpustakaan yang menyimpan banyak sekali dokumen, arsip dan manuskrip sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia. Dani menyebut itu sebagai harta Keraton yang tak ternilai harganya namun sayang tak bisa diakses.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Hakikat Keraton ini kan pusat kebudayaan, bahkan lebih dari yang di Pura Mangkunegaran. Lah sangat disayangkan, misalkan, ini yang paling urgent ya Sasana Pustaka, di mana tersimpan ribuan dokumen arsip dan manuskrip,” terangnya saat diwawancarai Solopos.com, Kamis (17/3/2022).

Baca Juga: Makna Catur Sagatra, Sinergi Keraton Solo & Jogja

Menurut Dani, berbagai dokumen, arsip dan manuskrip di Sasana Pustaka Keraton Solo merupakan sumber data penting bagi sejarah bangsa ini. Namun dikarenakan tidak bisa diakses, aktivitas kajian ilmiah yang merujuk ke dokumen-dokumen itu tak bisa dilakukan.

Disinggung sejak kapan Sasana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta tertutup, Dani tidak ingat persisnya. “Kayake sejak Keraton [bulan] Sura [ada] pengusiran itu. Kayake 2017. Sasana Pustaka ini letaknya di dalam Keraton kok,” urainya.

Penting untuk Penelitian Sejarah

Dani ingat betul, dulu para pegiat sejarah dapat masuk ke Sasana Pustaka Keraton untuk melakukan penelitian atau riset sejarah. Dulu, ia melanjutkan para pegiat sejarah masuk ke Sasana Pustaka Keraton melalui Pintu Kori Kamandungan.

Baca Juga: Mangkubumi Putra PB XIII Ingin Mangkunegaran & Keraton Solo Bersinergi

“Dulu masuknya lewat Kamandungan, atau lewat Museum yang halaman pasir ke selatan. Tapi sekarang tertutup. Ini disayangkan. Kalau konflik itu urusan internal beliau-beliau, tapi Sasana Pustaka bukan hanya milik Keraton Solo,” katanya.

Artinya, Dani melanjutkan seharusnya masyarakat atau publik tetap mendapatkan haknya mengakses Sasana Pustaka, apa pun kondisi Keraton. “Pada dasarnya kan itu juga milik bangsa Indonesia, untuk khalayak ramai,” tuturnya.

Dani lantas membandingkan Sasana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta dengan Rekso Pustaka di Pura Mangkunegaran Solo. Ketika Sasana Pustaka Keraton tidak bisa diakses beberapa tahun ini, situasi sebaliknya terjadi di Reksa Pustaka Pura.

Baca Juga: Arsitek Keraton Solo dan Jogja Ternyata Sama, Siapa?

Manuskrip Sejak Zaman Sultan Agung

“Kalau di Pura kan terbuka terus Rekso Pustaka ini. Siapa pun bisa mengakses ke sana. Lah tapi ini loh yang di Keraton sangat disayangkan. Harapan kami pegiat sejarah ya, nuwun sewu, supaya diberi akses kembali ke Sasana Pustaka,” paparnya.

Apalagi, menurut Dani, koleksi dokumen, arsip dan manuskrip di Sasana Pustaka sangat banyak dan lengkap. Bahkan ada manuskrip-manuskrip asli peninggalan sejak zaman Sultan Agung yang memerintah Mataram pada 1613-1645. Sehingga dokumen itu menjadi sumber data penting.

Baca Juga: 18 Tahun Bertakhta, Begini Perjalanan Raja Keraton Solo PB XIII

“Wah manuskrip-manuskrip sejak zaman Sultan Agung ada. Asli, tulisan tangan. Terus arsip-arsip yang ada di Keraton, jurnal-jurnal, majalah zaman dulu. Tentu itu sumber data yang tak ternilai. Wes ora isa diajeni nganggo duit kui,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya