SOLOPOS.COM - Tokoh masyarakat Desa Jangglengan, Sukadi, di Balai Desa Jangglengan, Nguter, Sukoharjo, Rabu (2/8/2022). (Solopos/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Kelompok karawitan Desa Jangglengan, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, mampu tetap eksis dan baru-baru ini sukses menghibur delegasi G20 pada pertengahan Juli lalu. Saat itu, delagasi negara kelompok G20 yang tengah mengadakan pertemuan di Kota Solo menyempatkan mengunjungi Sukoharjo.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Solopos.com, pelopor kelompok karawitan di desa tersebut adalah seorang penjual bakso yang merantau di Bandung. Berawal dari mendengar radio, tokoh masyarakat yang juga perantau tersebut, Sukadi, menularkan hobi karawitannya kepada warga desa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Sebetulnya karawitan Desa Jangglengan tidak ada. Dari dulu menurut cerita orang tua, ada karawitan, tapi sekadar untuk hiburan masyarakat. Gamelannya tidak komplet. Saya sebagai warga dulu mengenal karawitan bukan dari desa malahan,” kat Sukadi saat dijumpai di balai desa setempat, Rabu (2/8/2022).

Sukadi mengatakan mengenal karawitan saat merantau di Bandung menjadi penjual bakso. Setiap Minggu pagi, tuturnya, ada radio di Bandung yang khusus menyiarkan budaya jawa seperti karawitan hingga keroncong.

“Penyiar radio menyampaikan jika ada orang Solo atau Jogja yang mau berlatih dipersilakan ke [stasiun] Radio Mutiara,” katanya. Seusai mendengar pengumuman itu, sebagai wujud kecintaannya terhadap budaya, Sukadi berinisiatif mengumpulkan teman-temannya sesama penjual bakso untuk berlatih bersama.

Baca Juga: Dulu Gelap dan Sepi, Jangglengan Sukoharjo Kini Jadi Desa Penari

Akhirnya dari sana dia tahu berbagai ragam gamelan dan fungsinya. “Akhirnya dibentuk karawitan tukang bakso sudah pentas di sana [di Bandung] dari panggung dan ke hotel-hotel untuk mengisi hiburan. Begitu teman saya yang melatih pergi dari Bandung, terus bubar,” jelasnya.

Pentas di Kabupaten Lain

Namun hal itu tak membuat Sukadi patah semangat melestarikan budaya Jawa terutama seni karawitan. Ia memilih kembali ke Desa Jangglengan, Sukoharjo, dan menularkan ilmunya di bidang karawitan. Ia bahkan berinisiatif membeli gamelan saat pulang ke desanya untuk berlatih bersama-sama dengan kerabat di desa.

“Dikarenakan di Jawa [Desa Jangglengan] sudah ada gamelan, saya merintis pengembangan seni karawitan untuk melestarikan. Alhamdulilah saya bisa menjalankan gamelan di desa dan bisa berkembang,” ujarnya.

Baca Juga: Kunjungi Sukoharjo, Delegasi G20 Kagumi Tari Gambyong dan Karawitan

Pria pemilik kelompok karawitan Endah Laras itu mengatakan di desanya kini ada tiga kelompok yang masih eksis. Selain kelompok miliknya dua kelompok lain adalah kelompok karawitan Puji Laras di Dukuh Joglo dan kelompok ibu-ibu PKK yang sering berlatih di rumahnya.

Kelompok karawitan miliknya sering diminta pentas hingga ke kabupaten lain seperti Karanganyar dan Wonogiri. Dia bahkan pernah mendapat juara harapan tiga saat mengikuti lomba tingkat Kabupaten Sukoharjo.

“Peserta 21 grup sekitar dua tahun lalu, karena semenjak itu [pandemi] belum ada lagi event perlombaan [karawitan] antarkecamatan. Dulu juga pernah juara I dan II tingkat kecamatan,” katanya.

Baca Juga: Atasi Kekeringan di Jangglengan, Kodim 0726/Sukoharjo Bangun Sumur

Saat kunjungan delegasi G20, Juli 2022 lalu, langgam yang ia ciptakan bersama temannya dipentaskan. Dia juga diminta mengiringi tari yang diciptakan maestro tari setempat bersama kepala desa bernama tari Kiprah Jangglengan.

“Rekan saya menciptakan gending dan lagu Lancaran Jangglengan Maju yang kemarin juga dipentaaskan menyambut G20. Lancaran Jangglengan Maju diketuai Bapak Kepala Desa,” jelasnya.

Dia mengakui cukup kesulitan meregenerasi karawitan di Desa Jangglengan, Sukoharjo. Satu kelompok nayaga beserta para pesinden biasanya paling banyak 25 orang.

Baca Juga: Sega Guwakan, Kuliner untuk Delegasi G20 di Desa Ngrombo Sukoharjo

Melatih Anak SD

Lebih lanjut, dia mengaku tetap berusaha mengajak semua lapisan masyarakat dari perangkat desa hingga masyarakat umum untuk ikut andil melestarikan karawitan. Dia juga sering diminta melatih ekstrakurikuler sekolah di desa setempat.

“Beberapa tahun lalu melatih anak SD dari kelas IV-VI tetapi sekarang sudah tidak ada lagi semenjak pandemi,” jelasnya. Akhir-akhir ini dia sering diminta mengiringi dalang dalam pementasan wayang kulit.

Dia berharap warga masyarakat khususnya di Jawa supaya ikut melestarikan karawitan. Karena dalam karawitan menurutnya ada filosofi untuk menata kehidupan. Kepala Desa Jangglengan, Sutoyo, juga mengaku terus berusaha membangun desanya yang dulu dipandang sebelah mata.

Baca Juga: Delegasi G20 bakal Kunjungi Sukoharjo, Ini Deretan Lokasi yang Dituju

Desa Jangglengan dulunya terkenal dengan daerah rawan kejahatan karena gelap dan sepi. Kini desa tersebut semakin ramai dan dikenal karena 40% warganya bisa menari tarian yang dia ciptakan bersama budayawan desa setempat.

Berawal dari kecintaannya akan budaya, pria yang dulunya perantau itu kini merajut mimpi bersama warga desa lain menumbuhkan Desa Jangglengan sebagai Smart Village. Selain menyasar kemajuan teknologi dia ingin warganya tetap memiliki semangat merawat budaya yang ada.



“Sebetulnya saya itu paling suka dengan budaya. Warga masyarakat kami itu kental dengan budaya dan setelah saya gali ternyata banyak potensi yang ada,” kata Sutoyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya