SOLOPOS.COM - Perajin menyelesaikan pembuatan gerabah di salah satu tempat produksi di Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Rabu (17/3/2021). (Istimewa/Sukanta)

Solopos.com, KLATEN -- Produksi gerabah di sentra industri kerajinan gerabah Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Klaten, terancam macet total. Bahan baku utama berupa tanah liat yang kian menipis menjadi kendala utama bagi para pengrajin gerabah untuk mempertahankan usaha mereka.

Pengrajin dan pemerintah desa setempat berharap ada legalitas untuk sebagian lahan yang dikelola Perum Perhutani dekat kampung agar bisa dimanfaatkan warga.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Ada ratusan keluarga di Melikan, terutama Dukuh Pagerjurang, yang mengandalkan hidup pada usaha produksi gerabah. Gerabah produksi pengrajin Melikan punya ciri khas yakni menggunakan teknik putaran miring. Teknik itu diajarkan warga secara turun temurun.

Baca Juga: Satgas Covid-19 Jagalan Solo Punya Layanan Tes GeNose, Catat Jadwal Dan Lokasinya

Sekretaris Desa (Sekdes) Melikan, Sukanta, mengatakan ada peningkatan jumlah pengrajin di sentra industri kerajinan gerabah Melikan, Klaten, selama pandemi Covid-19. Hal itu dipicu meningkatnya aktivitas warga yang hobi menanam sehingga pesanan pot gerabah melonjak.

Jika sebelum pandemi ada sekitar 215 keluarga yang menggeluti industri gerabah, kini jumlahnya menjadi sekitar 225 keluarga atau ada penambahan 10 keluarga yang menjalankan usaha gerabah. 

350 Keluarga Pengrajin

“Di Melikan saja ada penambahan pengrajin 8-10 keluarga. Itu belum termasuk desa tetangga. Kalau ditotal sekarang ini ada 350 keluarga pengrajin. Sehingga ada 1.000-an jiwa yang bergantung dari usaha gerabah ini,” kata Sukanta saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu (4/4/2021).

Baca Juga: Laka Maut Ringroad Mojosongo Solo: Sopir Truk Belum Jadi Tersangka, Ini Penyebabnya

Namun, menggeliatnya usaha di sentra industri kerajinan gerabah Melikan, Klaten, itu tak diiringi  ketersediaan bahan baku dari alam yakni tanah liat. Kian menipisnya bahan baku berkualitas di sekitar kawasan sentra industri membuat para pengrajin ketir-ketir.

Selama ini para pengrajin mengambil tanah liat dari tanah kas desa yakni tanah bengkok kepala desa maupun perangkat Desa Melikan. Tak terkecuali tanah bengkok Sekdes.

Total lahan kas desa yang dimanfaatkan pengrajin itu kurang dari 0,5 hektare. Ketersediaan tanah liat di tanah bengkok itu kian menipis dan diperkirakan habis tak lama lagi. “Kalau dipaksakan tetap mengambil dari tanah bengkok asumsi kami lima tahun lagi sudah habis,” kata Sukanta.

Baca Juga: 5 Kuliner Khas WGM Wonogiri Ini Wajib Dibeli Untuk Oleh-Oleh, Botok Ikannya Mantul Loh!

Sukanta menjelaskan ada potensi lahan berisi kandungan tanah liat yang bisa dimanfaatkan para pengrajin di sentra industri kerajiban gerabah Melikan, Klaten, itu. Namun, lahan itu di bawah pengelolaan pemerintah melalui Perum Perhutani.

Lahan Perhutani

“Wilayah kami itu berbatasan langsung dengan lahan Perhutani. Potensi lahan yang bisa mendukung kebutuhan bahan baku pengrajin sekitar 5-10 ha. Itu kami perkirakan cukup untuk kebutuhan bahan baku 8-10 tahun. Posisinya aman karena dikelilingi jurang dan mudah dijangkau pengrajin,” katanya.

Upaya mendapatkan legalitas pemanfaatan lahan Perhutani itu untuk diambil tanah liatnya sudah pernah dilakukan. Namun, hingga kini belum membuahkan hasil.

Baca Juga: Oppo Reno 5, Cukup Charge 5 Menit untuk Penggunaan 3 Jam

“Kami pernah ke provinsi agar bisa mendapatkan izin memanfaatkan lahan itu. Sudah pernah ada pertemuan juga difasilitasi anggota DPRD Jateng tetapi memang sampai sekarang belum berhasil,” katanya.

Pengrajin di sentra industri kerajinan gerabah dan pemerintah Desa Melikan, Klaten, tetap bertekad bisa mendapatkan izin memanfaatkan tanah liat pada lahan Perhutani tersebut. “Kami akan berupaya mendatangkan stakeholder terkait izin itu ke sini,” jelasnya.

Sukanta berharap pengrajin mendapatkan izin pemanfaatan tanah Perhutani. Ia khawatir aktivitas produksi gerabah berhenti total dan berdampak pada ekonomi ratusan keluarga.

Baca Juga: Ngeri! 51 Orang Meninggal dalam Kecelakaan Kereta Api di Taiwan

Tanah Liat Luar Desa Kurang Bagus

Salah satu pengrajin gerabah di sentra industri kerajinan gerabah Melikan, Klaten, Widodo, mengatakan ketersediaan tanah liat menjadi kendala. Selama ini, para pengrajin hanya bisa mengandalkan stok tanah liat di tanah bengkok perangkat desa.

Pengrajin tidak mau menggunakan tanah liat dari luar desa karena menurut Widodo kualitasnya kurang bagus. Rata-rata bercampur pasir hingga berpengaruh pada kualitas gerabah menjadi mudah pecah ketika proses pembakaran. 

Baca Juga: 3 Polsek di Sragen ini Tak Punya Wewenang Penyidikan Lagi

Tanah liat dari luar desa sebatas digunakan sebagai campuran bahan baku guna menyiasati terbatasnya stok tanah liat berkualitas di sekitar Melikan.



“Sebelumnya kan ambil di tanah bengkok Pak Kades. Tetapi sudah agak sulit diambil. Sempat agak kolaps sedikit karena kesulitan bahan baku. Karena kasihan sama pengrajin, tanah bengkok Pak Sekdes akhirnya diberikan ke pengrajin dan pengrajin mengambilnya tidak bayar atau gratis,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya