SOLOPOS.COM - Ilustrasi petani muda. (Freepik)

Solopos.com, WONOGIRI — Dwi Sartono, pemilik Agrowisata Barro Tani Manunggal di Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah berupaya mengajak generasi muda untuk menekuni dunia pertanian. Upaya itu sudah ia lakukan selama empat tahun terakhir. Sayangnya, sampai saat ini masih banyak generasi muda yang enggan belajar pertanian.

Dwi, sapaan akrabnya mengatakan masih kesulitan menemukan anak muda di Wonogiri yang mau belajar bertani. Padahal ia sudah membuka secara gratis bagi siapa pun mereka yang ingin belajar, terutama anak muda.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Dwi akan mengajarkan bagaimana teknik budi daya tanaman yang cocok dengan kondisi tanah masing-masing. Bahkan ia membantu cara menghitung berapa biaya produksi, target produksi, hingga pemasaran hasil produksi.

“Dengan seperti itu saja, kami susah untuk mendaptkan regenerasi. Padahal kami tidak hanya mengajarkan teknik budi daya tanaman. Melainkan sampai teknik pemasaran pasca-panen,” kata Dwi saat ditemui Solopos.com di kebunnya, Minggu (15/5/2022).

Ekspedisi Mudik 2024

Meski kebunnya di Wonogiri, masih jarang orang Wonogiri yang berkunjung dan belajar di tempatnya. Justru lebih banyak orang dari luar Wonogiri yang berkunjung dan belajar di Agrowisata Barro Tani Manunggal.

Baca juga: Agrowisata Tani Manunggal Selogiri Wonogiri Ajak Anak Muda Bertani

Pengunjung itu biasanya datang dari Salatiga, Boyolali, Ponorogo, bahkan Bandung. Dwi membina mereka secara jarak jauh melalui telepon seluler.

“Alhamdulillah mereka berhasil meski hanya saya bantu via telepon. Yang terbaru itu dari Pangalengan, Bandung yang menanam cabe dan labu. Semua berhasil sesuai dengan standar operasional prosedur kami,”ungkap pria 41 tahun itu.

Pertanian Modern

Lebih lanjut, Dwi menjelaskan kegiatan pertanian yang ia lakukan bukan pertanian monokultur. Ia tidak melakukan budi daya pertanian secara tradisional. Melainkan menggabungkan berbagai tanaman pangan mulai dari padi, jagung, kedelai, sampai tanaman hortikultura atau sayuran.

Dengan demikian, pertanian yang ia terapkan bukan pertanian yang bersifat monoton seperti orang tua zaman dahulu. Di kebun milik Dwi, antartanaman saling berkaitan dan saling bergantung. Ia juga menanam tanaman bunga sebagai cara mengusir hama secara alami. Sebab bunga yang ia tanam bisa mendatangkan predator alami yang dapat mengusir hama-hama pada tanaman.

“Di lahan seluas 600 m, kami bisa mendapatkan omzet sekitar Rp30 juta- Rp50 juta dalam sebulan. Bahkan sebelum pandemi, dalam sehari bisa sampai Rp10 juta-Rp15 juta,” terang dia

Baca juga: Ini 5 Lokasi Bersejarah bagi Wonogiri yang Dikunjungi Pandawagiri

Dwi menanam komoditas tanaman yang masih jarang di pasaran. Sehingga produk tanamannya bernilai jual lebih tinggi dibanding tanaman lain.

“Misalnya, kalau orang lain menanam melon, ya kami menanam melon madu. Kami berusaha menanam jenis tanaman yang tidak sama dengan orang lain. Contoh lain, kami menanam labu madu yang di pasaran masih jarang ditemui. Kreativitas semcam itu yang bisa menguntungkan lebih bagi petani,” ujar laki-laki lulusan Institut Pertanian Bogor itu.

Dwi mengakui saat ini tanaman yang ia tanam belum 100 persen organik. Ia masih menggunakan bahan kimia sebagai pupuk. Tetapi ia sangat meminimalkan penggunaan bahan-bahan kimia. Kendati demikian, bahan kimia yang ia gunakan dipastikan tidak berbahaya.

“Saya akan terus di sini. Saya akan terus menerima orang belajar dan membimbing mereka sampai berhasil. Itu target saya. Saya melakukan ini tanpa pamrih. Kalau masala rezeki, biarlah Allah yang mengatur,” pungkasnya.

Baca juga: Hari Jadi Wonogiri, Pandawagiri Napak Tilas Jejak Pangeran Sambernyawa

Salah seorang pengunjung dari Slogohimo, Dyah Restu, menuturkan tertarik untuk dengan konsep pertanian yang diterapkan di Agrowisata Tani Manunggal. Di rumah, ia biasanya hanya menanam satu jenis tanaman saja. Kini setelah melihat dan belajar di kebun milik Dwi, ia berniat mencoba menanam berbagai tanaman di pekarangan rumahnya.

“Saya kalau di rumah biasanya cuma nanem kangkung. Mungkin ke depan saya akan mencoba menanam tanaman-tanaman lain. Di Slogohimo juga masih banyak lahan yang sebetulnya akan sangat bermanfaat jika orang-orang, terutama anak muda bisa memanfaatkan itu untuk bertani,” jelas Restu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya