Solopos.com, JAKARTA–Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyatakan 23% tanah berstatus milik negara bermasalah.
Baca Juga: Tanah Negara Jadi Ruko, Netizen Ambarawa Bingung
Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran
Masalah ini berupa masih dalam sengketa dan masuk ke kawasan hutan.
Kepala Subdirektorat Barang Milik Negara III DJKN Bambang Sulistyono menjelaskan bahwa per 13 Januari 2022, terdapat 124.232 nomor urut pendaftaran (NUP) aset tanah milik pemerintah.
Dari jumlah itu, 49% di antaranya bersertifikat atas nama pemerintah. Sebanyak 28% aset tanah negara tercatat masih dalam proses sertifikasi.
Lalu, 23% lainnya tercatat memiliki status bermasalah, antara lain karena sengketa, di tengah perkara, kesalahan pencatatan, hingga masuk ke kawasan hutan.
“Sebanyak 6.636 [bidang tanah memiliki status] bersengketa. Kami masih menghormati proses pengadilan, tidak kami sertifikatkan,” ujar Bambang dalam media briefing Bincang DJKN, Jumat (8/4/2022).
Baca Juga: #ESPOSPEDIA : Digusur dari Tanah Negara Dapat Santunan?
Sementara itu, dia menyebut bahwa persoalan tanah negara masuk kawasan hutan biasanya terjadi dalam proses pembangunan jalan atau infrastruktur lainnya. Misalnya, dalam pembangunan jalan tol, ruas-ruas tertentu kadang melewati kawasan hutan.
“Ini masih jadi pembahasan antara DJKN, Kementerian PUPR sebagai pengguna, dan KLHK. Karena kan apabila ada suatu tanah masuk kawasan hutan itu jadi pembahasan KLHK,” ujarnya.
Dia menyebut bahwa tanah-tanah bermasalah itu tidak dilepas ke pihak lain, kecuali jika terdapat putusan hukum tertentu. Pemerintah pun belum dapat memproses sertifikasi dari tanah terkait hingga legalitasnya aman. “Barang milik negaranya tidak hilang, karena masuk kawasan hutan maka masih perlu proses. Kami susun tim pokja, salah satunya masuk KLHK [dalam tim itu],” ujar Bambang.
Berita telah tayang di Bisnis.com berjudul 23 Persen Tanah Negara Ternyata Bermasalah: Bersengketa hingga Masuk Hutan