SOLOPOS.COM - Para tersangka kasus kerusuhan dan pengrusakan Mertodranan di Mapolresta Solo pasa Kamis (1/10/2020) siang. (Solopos/Ichsan Kholif Rahman)

Solopos.com, SEMARANG Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan hukuman kepada 12 pelaku kekerasan pada acara midodareni di Mertodranan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Jawa Tengah, Agustus lalu. Sidang putusan atau vonis kepada para pelaku itu digelar PN Semarang, Kamis (4/2/2021).

Pegawai Humas PN Semarang, Eko Budi Supriyanto, mengatakan para terdakwa itu dinyatakan bersalah dan dijerat pasal 160 KUHP dan 170 KUHP karena terbukti menghasut dan melakukan tindak kekerasan secara bersama-sama. “Terhadap keputusan hakim itu, baik terdakwa maupun jaksa menyatakan pikir-pikir,” ujar Eko saat dihubungi Semarangpos.com, Kamis malam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam sidang putusan itu, rata-rata pelaku dijatuhi hukuman penjara 10 bulan. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa.

Baca Juga: Peluang Bisnis Camilan

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman penjara bervariatif mulai dari 1 tahun 3 bulan, 1 tahun 10 bulan, dan 2 tahun. Namun, dalam putusannya majelis hakim memvonis para terdakwa dengan hukuman penjara mulai dari 8 bulan, 10 bulan, hingga 1 tahun.

Vonis 1 tahun penjara diberikan kepada dua terdakwa yakni Sugianto alias Romdlon dan Budi Doyo, atau lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 2 tahun penjara. Sementara untuk Tri Hartono, Mochammad Syakir, Muhamad Misran, Wahyudin, Arif Nugroho, Maryanto, Sutanto dan Muhamad Lazmudin, divonis 10 bulan atau lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 1 tahun 6 bulan.

Kasus Intoleransi

Kuasa hukum para terdakwa, Ary B. Soenardi, mengaku kecewa dengan keputusan hakim itu. Kendati, kliennya dijatuhi hukuman lebih rendah dari tuntutan JPU. “Dalam sidang ini terdakwa telah menyatakan tidak bersalah. Oleh karena itu, kami pikir-pikir [vonis hakim],” ujar Ary.

Baca Juga: 4 Zodiak Ini Kata Astrologi Karismatik & Populer

Meski demikian, Ary mengaku puas sidang berjalan lancar. Ia menilai ini merupakan kasus intoleransi dan radikalisme pertama di Solo yang bisa diproses secara hukum hingga melahirkan vonis pidana.

“Ini merupakan prestasi bagi masyarakat Solo dan bangsa Indonesia. Pennganan kasus ini adalah kemenangan bagi kaum minoritas. Bagi pelaku intoleran dan radikalisme sebaiknya mulai berpikir ulang untuk melakukan aksi kekerasan karena akan berujung hukuman pidana,” tegas Ary.

Kasus kekerasan di Mertodranan, Pasar Kliwon, Kota Solo itu terjadi pada 8 Agustus lalu. Saat itu sekelompok orang mendatangi rumah keluarga almarhum Segaf bin Jufri dan membubarkan acara doa bersama, yang menjadi rangkaian acara menjelang pernikahan. Tiga orang mengalami luka-luka dalam kejadian itu.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya