SOLOPOS.COM - Ilustrasi utang negara (indonesia.go.id)

Solopos.com, JAKARTA–Hingga akhir Februari 2022, utang Indonesia mencapai Rp7.014,58 Triliun atau 40,17% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca Juga: Wis Numpuk, Harta 10 Orang Terkaya RI Tak Mampu Lunasi Utang Indonesia

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Kementerian Keuangan menyatakan angka tersebut mengalami peningkatan, dibandingkan dengan posisi utang pemerintah per Januari 2022 yang berada di angka Rp6.919,15 triliun atau 39,63% dari PDB.

Meskipun mengalami pertambahan utang sebanyak Rp95,43 triliun dalam waktu sebulan, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan posisi tersebut aman lantaran jauh dibawah batas UU No. 17/2003ctentang Keuangan Negara, yaitu 60%.

Terlebih, kata Prastowo, saat ini dominasi kepemilikan investor lokal meningkat sehingga ekonomi Indonesia lebih tahan terhadap dinamika global dan domestik.

“Total nominal utang pemerintah pusat dari tahun ke tahun memang cenderung meningkat. Namun, pengelolaan utang juga terus diperbaiki dari waktu ke waktu, seperti komposisi SBN [Surat Berharga Negara] yang jauh lebih besar daripada porsi pinjaman agar pengelolaan utang menjadi lebih sehat,” kata Prastowo melalui cuitan Twitternya beberapa waktu lalu, dikutip Senin (11/4/2022).

Baca Juga: Profil 2 Triliuner yang Mampu Bayar Utang Indonesia Rp6.000 Triliun

Selain itu, kata dia, kebijakan utang tersebut berkesinambungan. Dia menjelaskan proporsi utang yang ditarik oleh pemerintah dari 2015 hingga 2019 menunjukkan tren menurun dan meningkat drastis pada 2020 akibat pandemi Covid-19.

Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, menyatakan nasib Indonesia tidak akan seperti Srilanka yang mengalami gagal bayar utang. Hal itu, menurut Piter, meski memiliki utang, tetapi kondisi utang Indonesia sangat jauh berbeda dengan Srilanka.

“Indonesia sangat hati-hati menjaga APBN dengan pertumbuhan utang yang terjaga setiap tahun, defisit APBN dibatasi maksimal 3% PDB setiap tahun, kecuali di masa pandemi,” ujar dia.

Menurut dia, total utang Indonesia juga masih di bawah batas 60% terhadap PDB, apalagi perekonomian masih memberikan pemasukan bagi negara dalam bentuk penerimaan ekspor maupun pajak.

“Saya berpandangan pemerintah terlalu hati-hati dalam pengelolaan utang. Proporsi utang luar negeri juga semakin kecil. Ini sangat bagus dan harus terus dipertahankan,” jelas dia.

Sebelumnya, Srilanka mengalami default atau gagal membayar utang luar negerinya senilai US$51 miliar atau sekitar Rp732 triliun (asumsi Rp14.360 per dolar AS).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya