SOLOPOS.COM - Menteri Ketenagakerjaan Muhamad Hanif Dhakiri (JIBI/Solopos/Antara)

Upah buruh tetap berdasarkan UU Pengupahan. Kendati banyak buruh yang berunjuk rasa, pemerintah tak akan merevisinya. 

Solopos.com, JAKARTA – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan tidak akan direvisi meski menuai gelombang penolakan dari buruh. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri justeru menilai bahwa PP tersebut justru memberi kepastian pengupahan untuk buruh di Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“PP pengupahan merupakan kebijakan terbaik yang bisa kita ambil saat ini demi kepentingan semua pihak,” tutur Menaker di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyampaikan PP Pengupahan itu memberikan kepastian terhadap kenaikan upah buruh. Ia juga menyatakan, dengan PP tersebut buruh terhindar dari ancaman upah murah.

Ekspedisi Mudik 2024

“Dunia usaha juga terlindungi karena ada kepastian sehingga dunia usaha bisa berkembang dan membuka banyak lapangan kerja,” lanjut Menaker seperti dikutip Solopos.com dari Depnakertrans.go.id, Rabu (25/11/2015).

Beberapa waktu lalu, Menaker menegaskan ada indikasi penyesatan informasi oleh pihak tertentu yang disebarkan di kalangan buruh. Penyesatan informasi itu bertujuan agar elemen buruh mudah digerakkan turun ke jalan dan berdemonstrasi menolak PP Pengupahan.

Menaker memaparkan, ada enam contoh penyesatan informasi soal PP Pengupahan. Pertama, upah buruh hanya akan naik lima tahun sekali. Menaker menegaskan hal itu tidak benar sama sekali, sebab dengan sistem formula dalam PP Pengupahan upah buruh dipastikan naik setiap tahun, bukan setiap lima tahun.

Kedua, isu bahwa upah buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tidak dibayarkan. Menurut dia, buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tetap harus dibayar upahnya.

Ketiga, dengan formula pengupahan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka perhitungan upah tidak memperhitungkan komponen hidup layak (KHL) dan kenaikannya tidak lebih dari 10 persen.

Menaker kembali menegaskan bahwa hal itu sama sekali tidak benar karena upah minimum tahun berjalan sebagai dasar perhitungan sudah mencerminkan KHL dan untuk tahun 2016 saja kenaikan upah minimum akan mencapai 11,5 persen.

Keempat, struktur dan skala upah mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan maupun produktivitas ditiadakan. Hal tersebut juga dianggap tidak benar karena dalam PP Pengupahan justru mewajibkan perusahaan untuk membuat dan menerapkan struktur dan skala upah.

 

Kelima, terkait isu peniadaan perlindungan terhadap upah. Menurut Menaker, dalam PP Pengupahan masalah perlindungan upah malah ditegaskan dengan sanksi mengacu pada UU 13/2003 dan ditambah sanksi administratif, termasuk penghentian sebagian atau seluruh proses produksi.

Keenam, serikat pekerja dihilangkan peranannya dalam pengupahan. Hal itu pun merupakan informasi tidak benar. Karena dalam PP Pengupahan, keberadaan serikat pekerja justru semakin penting perannya dalam merundingkan upah layak pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun melalui penerapan struktur dan skala upah di perusahaan.

Masih banyak isu senada yang tujuannya memprovokasi buruh agar mau turun ke jalan. Dalam menanggapinya, Menaker menyarankan agar serikat pekerja berunding dengan pengusaha di forum bipartit, bukan di jalanan.

“Makanya, saya ingatkan agar jangan semua informasi ditelan mentah-mentah. Silakan cek isi regulasinya di laman Kemnaker,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya