SOLOPOS.COM - Kepala Disporapar Boyolali, Supana, saat diwawancara wartawan di Alun-Alun Kidul Boyolali, Selasa (25/10/2022). Ia mengatakan Disporapar mulai mendata upacara tradisi kebudayaan di desa-desa wisata. (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali melalui Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Boyolali mulai mendata kegiatan upacara tradisi yang ada di 45 Desa Wisata Boyolali.

Kepala Disporapar Boyolali, Supana, mengatakan pendataan tersebut penting karena banyak sekali upacara tradisi yang ada di Boyolali.  Upaya tersebut sekaligus dalam rangka mendukung program Boyolali Satu Data.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Sekarang ini saya melihat ada beberapa kegiatan sejarah dan nilai tradisi yang tersentuh APBD [Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah]. Namun, sebagian besar belum tersentuh,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com di sela-sela perlombaan gerak jalan 28 kilometer area Alun-Alun Kidul Boyolali, Selasa (25/10/2022).

Supana menyontohkan beberapa tradisi asli Boyolali yang telah tersentuh APBD seperti tradisi Sedekah Gunung di lereng Merapi pada saat satu suro.

Kemudian ada juga tradisi Kukus Keong Mas ketika Saparan di Pengging, Banyudono. Serta ada juga tradisi Buka Luwur di Pantaran, Gladagsari, Boyolali. Lalu Boyolali juga memiliki kegiatan padusan di Pengging ketika Syawalan.

Baca juga: Tradisi Bersih Kali dengan Gunungan Sayur dan Buah-Buahan di Sidomulyo Boyolali

“Sementara yang lain banyak. Kami melihat kalau di Ampel ada beberapa titik, ada tradisi Udan Dawet di Banyuanyar. Kemudian ada tradisi juga di Urutsewu, Kaligentong, ada juga di Sidomulyo. Nah, mereka belum tersentuh [APBD],” jelasnya.

Supana juga menyebutkan tradisi wayangan setiap bulan Safar yang telah ada ratusan tahun di Metuk, Mojosongo, Boyolali juga belum tersentuh APBD.

“Jadi kami ingin mendekatkan kepada kegiatan dan keberpihakan pemerintah untuk nanti menjadi motivasi untuk masyarakat memulihkan ekonomi. Dan secara multi efek sangat berpengaruh terhadap perekonomian secara luas dan pariwisata. Itu tujuannya,” jelasnya.

Supana menjelaskan banyak prosesi dan tradisi kearifan lokal di Boyolali yang sebenarnya tak hanya bernilai sejarah tapi juga memiliki nilai jual ketika sudah digandrungi oleh masyarakat umum dan membangkitkan pariwisata serta ekonomi desa.

“Jadi ruang lingkup pendataan kami lebih fokus pada desa wisata. Kami punya 45 desa wisata yang ada kegiatan nilai tradisi mengerahkan massa. Sekalipun begitu, kami akan tetap sentuh semua desa tapi fokus kami di desa wisata,” ujarnya.

Baca juga: Mengenal Komunitas Darma Boyolali, Tempat Dalang Remaja Berkreasi

Lebih lanjut, Supana menjelaskan ketika kegiatan prosesi tradisi yang ada di desa wisata Boyolali mengundang animo masyarakat, harapannya ada anggaran khusus dari Pemkab.

“Jadi harapannya kami ada keberpihakan anggaran dari pemerintah sebagai stimulan masyarakat untuk menumbuhkembangkan destinasi wisata,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Bupati Boyolali, M. Said Hidayat, mendorong pendataan tradisi budaya saat hadir dalam acara tradisi Udan Dawet yang digelar di Sendang Mande Rejo, Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jumat (14/10/2022).

“Kita tata dan benahi data-data kita, ini masih berjalan, lakukan inventarisasi kegiatan-kegiatan seperti ini di Kabupaten Boyolali,” ungkap Said dalam sambutannya di depan warga Banyuanyar.

Bupati Said mengatakan kegiatan tradisi seperti Udan Dawet adalah sebuah khazanah serta kekayaan budaya lokal di Boyolali. Ia mengatakan kekayaan budaya tak hanya ada di Desa Banyuanyar, akan tetapi banyak desa-desa lain yang memiliki kearifan lokal.

Baca juga: Pamong Budaya di Boyolali Perlu Ditambah

“Ini dalam rangka pembenahan data secara keseluruhan,” lanjutnya saat berbincang dengan Solopos.com seusai acara.

Said mendorong seluruh kecamatan untuk berbenah data, tak hanya soal data terkait kemiskinan dan lain-lain. Akan tetapi data yang berkaitan dengan budaya agar dapat menjaga nilai-nilai kearifan lokal.

Said mengatakan pembangunan tak harus selalu fisik, akan tetapi pembangunan yang bernilai budaya harus tetap dijaga.

“Tadi juga saya sampaikan bagaimana upaya [tradisi] ini nanti dapat tersusun menjadi sebuah buku, dan bupati meminta dengan judul Boyolali Kaya Cerita,” tuturnya.

Saat tradisi dengan kearifan lokal dibukukan, Said mengatakan tidak ada salahnya ketika Boyolali Kaya Cerita ditambahkan dalam muatan lokal materi pelajaran.

Baca juga: Tradisi Udan Dawet, Ritual Unik Berisi Doa Minta Hujan Warga Banyuanyar



Hal tersebut, lanjut Said, agar generasi muda tidak hanya memahami ada sebuah upacara tradisi. Akan tetapi ada cerita terjadinya tradisi tersebut.

“Seperti yang tadi disampaikan tokoh masyarakat bahwa kegiatan Udan Dawet ini awalnya adalah doa-doa masyarakat yang memohon hujan agar ada sumber air,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya