SOLOPOS.COM - Warga pulang ke rumah masing-masing membawa tenong seusai digelar sedekah kondangan di halaman masjid Dukuh/Desa Wiro, Kecamatan Bayat sebagai rangkaian kegiatan bersih dusun, Sabtu (7/8/2022). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN–Warga Dukuh/Desa Wiro, Kecamatan Bayat berbondong-bondong mendatangi Masjid Al Islam Wiromembawa tenong, Sabtu (6/8/2022) siang. Selain tenong, warga juga membawa satu ingkung kambing.

Warga menggelar tradisi bersih dusun atau oleh warga setempat dinamai rasulan. Kegiatan itu digelar sebagai ungkapan rasa syukur warga atas rezeki yang mereka terima.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Tenong berisi aneka hidangan dibawa warga dari rumah mereka. Setidaknya ada 250 tenong yang dibawa ke halaman masjid tersebut. Seusai doa bersama, warga beramai-ramai membuka tenong dan saling berbagi isi tenong.

Warga semringah ketika isi tenong yang dia bawa ludes. Hal itu menandakanapa yang mereka bawa bisa memberi berkah kepada orang lain. Selain sedekah kondangan dengan tenong, rangkaian acara diisi dengan pentas kesenian reog dan wayang kulit.

Ketua panitia bersih dusun, Sugeng, mengatakan kegiatan itu sudah menjadi tradisi turun temurun.

“Untuk tenongan itu digelar setahun sekali. Sementara untuk kegiatan tenongan dengan rangkaian wayang kulit setiap dua tahun sekali. Tahun ini jatuh pelaksanaan pentas wayang kulit dua tahun sekali,” jelas Sugeng saat ditemui di sela kegiatan.

Sugeng menjelaskan dalam tradisi itu warga menyembelih seekor kambing. Kambing dibawa saat tradisi tenonangan dan sudah dimasak setengah matang.

Seusai acara tenongan, kambing itu kembali dimasak dan disajikan saat kegiatan pentas wayang kulit dan dinikmati bersama-sama. Kambing yang disembelih merupakan kambing kendit, kambing yang memiliki warna dasar gelap dan warna putih yang melingkar di perutnya seperti sabuk.

Sekretaris panitia bersih dusun, Ibnu Widodo, menjelaskan tradisi menyembelih kambing kendit itu sudah ada secara turun temurun.

Dia tak tahu pasti alasan leluhur Wiro memilih kambing kendit yang disembelih pada rangkaian acara yang juga kerap disebut warga bernama rasulan itu.

Ibnu mengatakan cukup sulit untuk mendapatkan kambing kendit. Harganya pun lebih mahal ketimbang kambing pada umumnya.

“Ketika memang sangat kesulitan mendapatkan kambing kendit, tetap menyembelih kambing biasa tetapi nanti perutnya diikat dengan janur,” kata Ibnu.

Ibnu menuturkan tradisi itu sudah ada sejak lama. Konon, tradisi itu muncul sebagai ungkapan syukur para petani pemilik lahan atas hasil panen. Lambat laun, tak hanya petani pemilik sawah.

Tradisi itu dirayakan seluruh warga baik yang memiliki mata pencaharian petani maupun nonpetani.

Seluruh rangkaian kegiatan digelar menggunakan dana gotong royong warga alias urunan. Tahun ini, pembelian kambing disokong oleh pemerintah desa.

Kegiatan itu sempat terhenti selama enam tahun. Selain lantaran pandemi Covid-19, kegiatan terhenti lantaran warga fokus pada pembangunan masjid di kampung tersebut. “Baru tahun ini kembali bisa terlaksana,” kata Ibnu.

Salah satu warga, Bagyo, 48, mengatakan kegiatan itu biasanya digelar setiap panen ketigo atau panen saat musim kemarau. Tujuannya sebagai ungkapan rasa syukur warga atas rezeki yang selama ini mereka terima.

“Rasulan sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Kegiatan ini biasanya digelar saat panen di musim kemarau. Dulu kegiatan diadakan petani. Sekarang seluruh warga melestarikan tradisi ini. Semangat gotong royong warga di sini masih tinggi,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya