SOLOPOS.COM - Syahrul Yasin Limpo (JIBI/Solopos/Dok)

Solopos.com, SOLO–Kebijakan Penghapusan Ujian Nasional (UN) SD pada 2014 mendatang, masih menjadi perbincangan banyak kalangan. Pemerintah berencana menggelar ujian untuk kelulusan tingkat SD yang diserahkan penyelenggaraannya kepada pemerintah provinsi.

Namun kebijakan terbaru Kemendikbud ini, rupanya belum terkomunikasikan dengan baik kepada para Gubernur di Indonesia. Ketua Asosiasi Pemerintahan Provinsi Se-Indonesia (APPSI), Syahrul Yasin Limpo, saat ditemui wartawan di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu (27/11/2013), mengatakan kebijakan baru tersebut telah menjadi perbincangan nasional karena nantinya akan melibatkan pemerintah provinsi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menyikapi kebijakan itu, rencananya UN akan menjadi salah satu bahasan dalam rapat kerja nasional Gubernur se-Indonesia pada Jumat (6/12) mendatang di Batam Kepulauan

“(Dari asosiasi) Kami belum sampai ke situ tetapi saya kira ini menjadi perbincangan nasional untuk melakukan evaluasi terhadap sistem yang ada. Tanggal enam Desember di Batam akan dibicarakan dalam Rapat Kerja Nasional Asosiasi Gubernur se-Indonesia. Bahasannya antara lain UN SD akan coba dibicarakan,” ujarnya,Rabu.

Pria yang juga Gubernur Sulawesi Selatan ini mengungkapkan ada sejumlah hal yang mesti diperbaiki dalam pelaksanaan ujian pengganti UN. Terutama sinergisitas antar daerah untuk menunjang kesiapan dan kemampuan daerah dalam melaksanakan ujian.

“Ada hal-hal yang memang perlu diperbaiki, tetapi memang akhirnya harus dilihat kesiapan-kesiapan maupun kemampuan-kemampuan daerah yang harus menunjang secara bersinergi,” jelasnya.

Di samping itu, segala bentuk-bentuk ekstrim dalam pelaksanaannya sedapat mungkin dapat dihindari. Sebagai contoh keterlambatan naskah soal dalam UN yang sempat menjadi sorotan beberapa waktu lalu. Beberapa evaluasi tersebut, lanjut dia, menjadi pertanda bahwa sistem lama dalam penerapan UN sudah tidak cocok lagi.

Demi perbaikan sistem pendidikan ke depan, pihaknya akan berupaya mendiskusikan hal tersebut dengan pemerintah pusat.

“Bentuk-bentuk ekstrim tentu kami hindari, tetapi apa yang kemarin terjadi menjadi pertanda tidak cocok lagi sistem itu. Ya dan tentu saja dalam waktu singkat perlu dibicarakan antara pusat dan daerah terkait ini, khusususnya tentang soal,” kata dia.

Lebih jauh, Syahrul menilai perlu ada pembicaraan mengenai pendelegasian wewenang dan sosialisasi tentang pelaksanaan ujian hingga ke tingkat bawah. Ia mengapresiasi langkah untuk melokalkan UN karena dianggap dapat meminimalisir kesalahan dan pula mudah untuk mendeteksi kesalahan.

“Minimal kalau ada yang salah, tidak secara menyeluruh kesalahan itu, tetapi bisa dideteksi pada lokal-lokal yang ada. Tetapi sekali lagi bentuk ekstrim tidak akan dijadikan pendekatan. Pembuatan naskah soal di daerah, semisal itu cuma hal teknis dan saya tidak akan jawab itu, yang penting kami bisa mencapai hal yang baik,” urainya.

Terpisah, Koordinator guru kelas VI SD Muhammadiyah Program Khusus (PK) Kotta Barat, Andi Arfianto, saat ditemui Solopos.com, Rabu, mengatakan masih bimbang dengan kebijakan pemerintah karena informasi yang berkembang simpang siur. Ia mengungkapkan mendengar kebijakan penyelenggaraan akan dilakukan secara regional.

“Saya dengar justru bukan tingkat provinsi tetapi regional, kami harap sih pemerintah dapat sosialisasi lebih dini untuk menjelaskan kepastian pelaksanaan pengganti UN,” ujar Andi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya