SOLOPOS.COM - Buruh yang tergabung dalam berbagai serikat buruh di Jawa Timur berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (19/11/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Zabur Karuru)

UMK 2016 terus menjadi polemik. Buruh berdemo menuntut pencabutan PP Pengupahan, namun Menaker menolaknya.

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Tenaga Kerja tidak akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2015 tentang Pengupahan, kendati beleid tersebut ditentang kalangan serikat buruh lewat aksi unjuk rasa nasional pada 24-27 November 2015.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan PP Pengupahan merupakan kebijakan yang terbaik yang bisa diambil pemerintah untuk kepentingan dunia usaha dan para pekerja.

Bagi para pekerja, lanjutnya, PP No.78/2015 melindungi mereka dari upah murah, jaminan uang PHK, dan membuka pasar tenaga kerja. Sedangkan bagi dunia usaha menciptakan kepastian biaya sehingga perusahaan bisa berkembang dan membuka lebih banyak lapangan kerja.

“Kalau ada yang dianggap kurang, saya ingin menyampaikan bahwa tidak bisa dalam hidup berbangsa keinginan kita 100% terpenuhi, kepentingan kita pasti kan beda-beda. Yang pasti PP pengupahan ini sudah mengakomodasi semua kepentingan yang ada dengan cara sebaik mungkin,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (24/11/2015).

Hanif Dhakiri menegaskan PP yang dibahas selama 12 tahun itu disusun melalui diskusi yang panjang dan melibatkan semua pihak terkait. Untuk itu, Hanif tidak akan tergesa-gesa merevisi atau mencabut PP No. 78/2015 dan meminta para pekerja menerima formula kenaikan upah minimum sebesar 11,5% pada 2016.

“Apa yang direvisi? Ini kan sudah berjalan, kita minta agar semua pihak terima ini,” kata Hanif.

Menaker mencontohkan pemerintah daerah yang tidak menggunakan PP sebagai dasar penetapan upah minimum hanya menetapkan kenaikan sebesar 6%-7%. Padahal PP tersebut mengatur kenaikan 11,5%. “Artinya menggunakan PP ini kenaikannya jauh lebih signifikan daripada tidak [ada kenaikan]. Jadi sudah baik sebenarnya untuk peningkatan kesejahteraan pekerja,” ujarnya.

Penolakan buruh terhadap PP No. 78/2015 akan digulirkan lewat aksi unjuk rasa nasional yang akan dilaksanakan pada 24-27 November 2015 dan direncanakan dimulai pada pukul 06.00-18.00 di seluruh Indonesia. “Enggak ada mogok nasional. Menurut peraturan perundang-undangan itu kalau deadlock, baru mogok. Unjuk rasa lain lagi,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya