SOLOPOS.COM - Objek wisata Umbul Jolotundo Klaten. (karanganom.klatenkab.go.id)

Solopos.com, KLATEN – Warga di sekitar objek wisata Umbul Jolotundo, Karanganom, Klaten, mengaku takut menanam pohon pisang. Bukan tanpa alasan, hal ini terjadi karena ada legenda turun-temurun yang dipercaya warga Dukuh Mao dan Birinan, Desa Jambeyan, Kecamatan Karanganom.

Di daerah tersebut tak ditemukan satu pun warga yang berani menanam pohon pisang karena takut akan memperoleh mara bahaya jika nekat menanam pohon pisang. Sekretaris Desa (Sekdes) Jambeyan, Kecamatan Karanganom, Tri Rukun Widodo, saat ditemui Solopos.com, di kantornya, Senin (14/6/2021).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Tidak adanya pohon pisang di Dukuh Mao dan Birinan, Desa Jambeyan masih terkait dengan kisah Umbul Jolotundo yang sudah turun-temurun dari zaman dahulu hingga sekarang.

"Bisa dilihat, di Dukuh Birinan dan Mao tak ada pohon pisang hingga sekarang. Kenyataannya memang seperti ini hingga sekarang," kata Rukun.

Baca juga: Duh! 3 Klaster Covid-19 di Klaten Ternyata Berawal dari Kudus

Legenda Roro Amis

Rukun mengatakan warga tak berani menanam pohon pisang bermula dari cerita turun-temurun di Umbul Jolotundo. Berdasarkan kisahnya secara turun-temurun itu, di Jolotundo di zaman dahulu dikenal sebagai sumber atau mata air. Tempat itu menjadi tempat utama bagi seorang petapa. Seorang petapa itu memiliki seorang putri yang cantik bernama Roro Amis.

Suatu ketika, Roro Amis mandi di sumber air itu menggunakan getek yang terbuat dari gedebok. Di tengah mandi itu, Roro Amis terjatuh hingga kakinya berdarah karena tertancap sumpil (hewan sejenis siput).

Lantaran sakit karena kakinya tertancap sumpil dan berdarah itulah, nyawa Roro Amis tak tertolong. Seorang petapa yang menjadi ayah dari Roro Amis sangat sedih kehilangan putri cantiknya.

Baca juga: Terkuak! Klaster Masjid di Paulan Berawal dari Marbot yang Ngeluh Sakit

"Di tengah kesedihan itu, petapa itu mengutuk sumpil yang ada di sekitar Jolotundo. Ujung sumpil tidak lancip tapi tumpul. Ini berlaku sampai sekarang, sumpil di sini tetap tumpul [berbeda dengan sumpil di daerah lain yang dikenal lancip]," kata Tri Rukun Widodo.

umbul jolotundo
Sumpil di kawasan Umbul Jolotundo Klaten. (Solopos.com/Ponco Suseno)

Tri Rukun Widodo mengatakan kisah turun-temurun yang dialami Roro Amis tak berhenti di sumpil di Umbul Jolotundo. Gedebok yang sempat menjadi getek Roro Amis terhanyut hingga ke Dukuh Mao dan Birinan.

"Di situ, seorang petapa juga meminta warga yang ada di sekitar Mao dan Birinan tak menanam pohon pisang. Hingga sekarang, hal itu masih dipercayai warga di sini. Bisa dilihat, di Mao dan Birinan tak ada pohon pisang. Dulu, ada cerita di sini ada banjir dan sebuah bonggol pisang ikut hanyut. Akhirnya bonggol pisang itu tertanam di rumah seorang warga. Yang terjadi selanjutnya, warga itu meninggal dunia," katanya.

Baca juga: Belanja Seafood Fresh di Pasar Ikan Balekambang Solo, Tak Perlu Mbeteti

Umbul Jolotundo

Hal senada dijelaskan pengelola Umbul Jolotundo, Syamsu Krisna Mukti. Kisah turun-temurun yang dialami Roro Amis di Umbul Jolotundo masih berlaku dan diyakini warga hingga sekarang.

"Sumpil di sini ujungnya memang tumpul. Dahulu kala, di Umbul Jolotundo ini dikenal sebagai petirtaan kuno. Di sini, ada tapak kaki Bima juga [di sebuah batu besar di kompleks umbul]. Di sini ada juga Dewa Siwa dan Ganesa," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya