SOLOPOS.COM - Pemangku Pura Ananta Tirta Dharma, Dartoyo, 47, berdoa di Pura Ananta Tirta Dharma, Dukuh Jengglengan, Desa Tlogo Tirto, Kecamatan Sumberlawang, Sragen, Minggu (27/2/2022). (Solopos/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN — Pura Ananta Tirta Dharma berdiri megah di tengah Dukuh Jengglengan, Desa Tlogo Tirto, Kecamatan Sumberlawang, Sragen. Pura itu menjadi tempat ibadah umat Hindu di Sragen.

Namun, di balik kemegahan itu tersimpan cerita perjuangan yang tidak mudah. Perjuangan mendirikan tempat ibadah umat Hindu tersebut dilakukan sampai Bali.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pura Ananta Tirta Dharma memiliki lahan yang cukup luas, yakni sekitar 2.000 meter persegi dan luas bangunan sekitar 1.500 meter persegi. Menuju lokasi cukup mudah dengan mengakses layanan Google Maps.

Baca Juga: Tak Ikut Tawur Agung di Prambanan, Ini Agenda Nyepi Umat Hindu Sragen

Ekspedisi Mudik 2024

Ada dua jalan yang bisa dilalui untuk menuju lokasi Pura Ananta Tirta Dharma dari Jl Solo-Purwodadi, Desa Tlogo Tirto, Sragen. Jalan yang paling mudah yaitu melalui jalan masuk kampung Dukuh Jengglengan.

Lokasi Pura berada di dekat Sendang Gayam atau sumber air warga setempat. Tidak ada tempat parkir dan akses pintu melalui samping. Pantauan Solopos.com, Minggu (27/2/2022), ada dua area pura.

Tempat Gamelan

Masing-masing area terdiri atas dua bangunan yakni Balai Gong yang merupakan tempat gamelan serta Balai Pertemuan untuk kegiatan rapat umat Hindu atau pengurus pura. Sedangkan area dalam untuk tempat beribadah terdiri dari dua bangunan Pewaden untuk dua pendeta.

Baca Juga: Sebelum Cairkan BPNT, 1.463 Warga Kedawung Sragen Divaksin Booster

Selanjutnya ada Pepelik, tempat untuk mengundang/mengistirahatkan batara/semacam dewa, Padmasana sebuah tempat untuk bersembahyang dan menaruh sajian bagi umat Hindu. Lalu ada Candi Gedong tempat yang diibaratkan rumah batara, dan Tangklurah, istana/tempat untuk memanggil para leluhur.

Pemangku Pura Ananta Tirta Dharma Sragen, Dartoyo, 47, menjelaskan warga setempat memeluk Hindu namun belum memiliki tempat ibadah sebelum awal pembangunan sekitar 1985. Warga berjuang membangun Pura dengan mencari donasi serta Padmasana ke Bali.

“Warga mencari Padmasana atau kiblat untuk pura sampai ke Bali, mencari donasi di Bali lalu membeli batu-batu di Bali untuk didirikan di sini [Dukuh Jengglengan],” katanya kepada Solopos.com.

Baca Juga: Masak Air Ditinggal ke Sawah, Dapur Rumah di Plupuh Sragen Terbakar

5 Kali Pembangunan

Menurutnya, proses pembangunan pura cukup panjang namun yang ia ingat ada lima kali pembangunan besar. Pembangunan menggunakan dilakukan secara swadaya, donasi, dan bantuan pemerintah.

“Upacara piodalan biasanya dilakukan Januari pada Sabtu Kliwon. Di sini itu orang Jawa, dulu minta petunjuk lalu terpilih Sabtu Kliwon,” paparnya.

Dartoyo mengatakan piodalan merupakan hari kelahiran pura namun bukan bangunan secara fisik namun momen betara yang didudukkan ke Pura Ananta Tirta Dharma. Batara tidak menempati pura tersebut terus menerus.

Baca Juga: Ini Dia Dukuh dengan Umat Hindu Terbanyak di Sragen

Adapun Pura Ananta Tirta Dharma di Sragen diambil dari kata Ananta yang berarti ular atau naga. Dukuh Jangglengan mulanya diawali seorang leluhur yang datang. Leluhur tersebut dinamai Mbah Ula.

Sementara Tirta merupakan air karena pura berdekatan dengan sumber air yang tak pernah kering sepanjang tahun. Sedangkan Dharma merupakan kebaikan. Dartoyo memaknai nama pura sebagai tempat menuju kesucian dan kebaikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya