SOLOPOS.COM - Trulek Jawa (Instagram/@birdwatcher.id)

Solopos.com, PEKALONGAN — Burung Trulek Jawa adalah burung endemik yang hanya ditemukan di Jawa. Memiliki nama latin Vanellus Macropterus dan berasal dari suku Charadriidae, burung ini  pernah dinyatakan punah oleh Uni International untuk Konservasi Alam atau IUCN namun sejak tahun 2000, statusnya direvisi menjadi kritis. Meskipun demkikian, hingga kini keberadaan jenis ini masih misterius karena tidak ada bukti fotografi atau spesimen baru yang diperoleh.

Dihimpun dari Wikipedia.com, Senin (29/11/2021), burung ini memiliki ciri fisik yang khas, yaitu ukuran tubuh sekitar 28 cm, memiliki bulu berwarna coklat keabuan dengan kepala hitam,punggung dan dada coklat, perut hitam, tungging putih. Bulu-bulu sayap terbang hitam, ekor putih dengan garis subterminal hitam lebar. Terdapat juga “taji” hitam lebar pada bagian lengkung sayap. iris coklat, paruh hitam, tungkai hijau kekuningan atau jingga.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Satu hal yang khas dari burung ini adalah gelambir putih kekuningan di atas paruhnya. Hidupnya berpasangan di padang rumput terbuka sepanjang pantau utara pulau Jawa. Burung endemik ini hidup dengan memakan biji-bijian dan tumbuhan air dan sering ditemukan di daerah berair, seperti tepi sungai, muara sungai dan rawa namun burung ini sebenarnya tidak menyukai air. Mereka sering terlihat sedang bertengger di tempat lahan basah, seperti ranting, bebatuan dan rerumputan.

Baca Juga: Asale Pulau Jawa: Pecahan Australia – Dipaku di Gunung Tidar

Di Jawa Tengah, burung ini sering ditemukan di Hutan Sawangan, Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, kemudian ada juga di hutan Gunung Ungaran. Dilansir dari karya ilmiah yang ada di blogs.uajy.ac.id menerangkan bahwa faktor penyebab terancamnya keberadaan burung endemik ini adalah masalah lahan dari habitat asli yang telah dialihfungsikan menjadi wilayah agro-industry farming atau lahan pertanian dan menjadi budidaya air tawar, yaitu tambak.

Ancaman lahan pertanian dan lahan tambak ini pada dasarnya mengancam keseluruhan ekosistem secara signifikan. Lahan basah di Indonesia diperkirakan hanya  20 persen dari luas daratan, yaitu dengan luas mencapai 40 juta hektar (Ha), namun sekarang jumlahnya sangat menyusut akibat alihfungsi lahan tersebut.

Lahan basah yang rusak tidak akan mampu menyokong sejumlah besar populasi burung air. Ekosistem mangrove dan hamparan lumpurnya, khususnya rawa merupakan tipe habitat lahan basah yang disukai Trulek Jawa untuk mencari makan, tumbuh dan berkembang. Namun sekarang dengan banyaknya program penanaman mangrove di kawasan pesisir utara Jawa diharapkan dapat menyelematkan keterancaman keberadaan Trulek Jawa.

Baca Juga: Tanam Perdana 5.000 Batang Kopi untuk Kembangkan Agroeduwisata Magelang

Dihimpun dari berbagai sumber, Ketua Komunitas Forestry (KF) Kabupaten Pekalongan, Thomas Adi mengatakan bahwa jumlah burung Trulek Jawa di hutan Petungkriono kini dalam status kritis dan terancam punah. Bahkan dari hasil pengamatannya menyimpulkan spesies Trulek Jawa diduga sudah punah.

Ia juga mengatakan bahwa populasi fauna endemik itu terus mengalami penurunan secara signifikan. Pada 2001, burung itu Trulek Jawa masih terlihat tapi saat ini sudah sulit dijumpai di kawasan hutan setempat. Bukan hanya Trulek Jawa saja yang terancam keberadaannya, namun satwa lain juga makin berkurang populasinya, seperti macan tutul (panthera pardus) dan Owa Jawa yang termasuk dalam primata endemi dengan nama latin Hylobates Moloch.Keterancaman satwa ini lebih dikarenakan perburuan liar oleh warga sekitar hutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya