SOLOPOS.COM - Ilustrasi korban KDRT. (Freepik.com)

Solopos.com, SRAGEN — Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Sragen secara umum menunjukkan tren menurun sejak 2016.

Rata-rata kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 22 kasus per tahun. Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sragen melakukan pendampingan terhadap perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, baik fisik maupun psikis.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kasus kekerasan perempuan dan anak itu meliputi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perkosaan, pelecehan seksual, penelantaraan, bullying, traficking, penganiayaan, hingga diskriminasi.

Baca Juga : Keluarga Bocah Korban Pelecehan Seksual Oknnum Pesilat Sragen Ngungsi ke Grobogan

Data pada 2016 lalu mencapai 32 kasus setahun dan pada 2021 turun menjadi 24 kasus. Sementara itu, selama Januari-Maret 2022 ada tiga kasus.

Petugas Advokasi dan Pendampingan P2TP2A Sragen, Diah Nursari, saat dihubungi Solopos.com, Jumat (18/3/2022), menjelaskan penyebab kasus kekerasan perempuan dan anak itu cukup kompleks, di antaranya latar belakang ekonomi, pemahaman dan pengetahuan hukum kurang.

Persoalan lainnya, pola pengasuhan, pola pergaulan, serta pengaruh teknologi, terutama ponsel pintar yang terhubung dengan Internet. “Setiap muncul kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, kami selalu turun tangan untuk pendampingan terhadap korban. Para korban secara psikis terganggu sehingga mereka harus didampingi sampai mampu tegar dan tetap survive [bertahan],” jelas Diah.

Baca Juga : Ngeri! Balai Desa di Sragen Jadi Lokasi Kekerasan Seksual Anak di Bawah Umur

Ia menyebut korban yang didampingi lebih bisa bertahan dari sebelumnya. “Tetapi dalam pendampingan itu harus intensif,” imbuh Diah.

Dapat Ancaman

Diah menerangkan selama pendampingan itu memang harus ekstra sabar, responsif, tidak boleh melakukan justifikasi kepada korban. Dalam pendampingan itu, lanjut dia, Diah dan rekannnya tak jarang mendapat ancaman atau teror dan sebagainya.

“Bahkan kami juga pernah ditolak karena dikira mencari-cari dan memanfaatkan situasi. Itulah duka kami saat di lapangan. Kami suka dan senang ketika korban bisa survive dalam hidupnya dan kami bisa diterima keluarga korban dengan baik,” ujarnya.

Baca Juga : Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan Meningkat 50%

Dampak psikis yang dihadapi korban itu, ujar Diah, bermacam-macam dan biasanya mengakibatkan trauma. Dampak psikis itu, sebut dia, ada yang minder, ketakutan, menjadi pendiam, dan seterusnya. Diah datang untuk mencegah jangan sampai dampak psikis itu berkepanjangan, terutama pada anak.

Dia menerangkan terkait korban kekerasan seks. Korban bisa mengalami trauma, misalnya merasa kotor dan seterusnya. “Dampak jangka panjanganya, korban bisa benci sama lawan jenis. Penyimpangan orientasi seksual. Dalam konteks inilah peran keluarga menjadi sangat penting untuk memberi dukungan kepada korban,” terangnya.

Baca Juga : Butuh Terobosan Hukum Mendukung Pemulihan Korban Kekerasan Seksual

Ia juga mengungkapkan bahwa upaya mengembalikan psikis korban satu dengan yang lain tidak sama. “Biasanya membutuhkan waktu lebih dari tiga bulan,” tutur dia.

Hukuman Penjara

Kapolres Sragen, AKBP Yuswanto Ardi, melalui Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Sragen, Ipda Tri Edyanto, saat ditemui Solopos.com, Jumat siang, menjelaskan ada 13 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani Polres Sragen sejak Januari-Maret 2022. Semua kasus masih dalam taraf penyelidikan.

Baca Juga : Kejari Karanganyar Tuntut 2 Pelaku Kekerasan Seksual Bayar Ganti Rugi

Dia menerangkan kasus penganiayaan terhadap perempuan yang cukup banyak, yakni enam kasus. Kemudian, kasus pencabulan lima kasus dan KDRT sebanyak dua kasus. “Untuk kasus pencabulan terhadap anak ancaman minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara. Vonis tergantung hakim tetapi jaksa sudah mengajukan rencana tuntutan sesuai dengan minimal ancaman itu,” ujar Tri.

Intinya, lanjut dia, hukuman itu diberikan agar memberikan efek jera sehingga pelaku tidak mengulangi perbuatannya. “Kalau KDRT itu ancamannya ringan karena tujuanya untuk memperbaiki keutuhan keluarga. KDRT itu merupakan delik aduan yang orientasinya mediasi.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya