SOLOPOS.COM - Ilustrasi taksi (Dok/JIBI/Solopos)

Pemerintah diminta segera bertindak membatasi kuota taksi online berpelat hitam.

Solopos.com, SOLO — Pengusaha taksi lokal Solo meminta pemerintah dan Polri segera turun tangan merazia pengemudi taksi online yang tak mengantongi izin. Mereka meyakini jumlah taksi online berpelat hitam yang beroperasi di Solo kini sudah terlalu banyak atau terjadi over supply sehingga merusak pasar layanan taksi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Manajer Operasional PT Solo Central Taksi, Heru Purwanto, menuding keberadaan layanan taksi online pelat hitam lah yang membikin para pengusaha dan pengemudi taksi lokal pelat kuning kini mengalami penurunan pendapatan. Dia menyebut manajemen PT Solo Central Taksi kini tengah dihadapkan pada masalah pembayaran kredit pembelian mobil taksi.

Mereka kesulitan membayar kredit pembelian mobil karena para pengemudi Solo Taksi tidak mampu membayar uang setoran sesuai perjanjian ke manajemen. Heru menyampaikan para pengemudi Solo Taksi semestinya membayar uang setoran senilai Rp200.000/hari ke manajemen.

Namun kenyataannya rata-rata dari mereka sekarang hanya mampu menyetor uang Rp100.000/hari-Rp150.000/hari. Para pengemudi mengeluh kini susah bawa pulang uang banyak karena kalah bersaing dengan layanan taksi online.

Baca:

Hal itulah yang akhirnya membuat manajemen terpaksa menunggak pembayaran kredit mobil ke lembaga pembiayaan (leasing). “Setoran pengemudi sekarang jarang ketemu target. Sekarang rata-rata pengemudi hanya bisa menyetor uang Rp100.000/hari, Rp125.000/hari, Rp140.000/hari, dan maksimal Rp150.000/hari. Ngeri kan? Sehari seharunya mereka setor Rp200.000. Jadi tunggakan mereka banyak. Dijumlahkan saja kurangnya setoran setiap harinya,” kata Heru saat diwawancarai Solopos.com di Kantor PT Solo Central Taksi, Jumat (23/2/2018).

Heru menyampaikan jika kuota layanan taksi online pelat hitam tak diterapkan, pengusaha taksi lokal Solo bisa bangkrut. Dia menyebut PT Solo Centra Taksi kini bahkan telah mengizinkan para pengemudi Solo Taksi untuk memanfaatkan aplikasi pemesanan layanan taksi online.

Manajemen membebaskan para pengemudi memilih aplikasi yang dirasa paling pas. Dia menuturkan tujuan awal PT Solo Central Taksi memperbolehkan para pengemudi menggunakan aplikasi adalah untuk memperbaiki pendapatan mereka. Namun sayangnya, hal itu tidak terjadi. Pendapatan para pengemudi masih saja drop.

“Harapan kami saat pengemudi pakai aplikasi yakni bisa membantu manajemen. Pengemudi jadi bukan saja njagakke pesanan taksi secara konvensional. Tapi pada praktiknya ternyata tidak ada perbaikan pendapatan. Kami meyakini hal itu terjadi karena sekarang sudah terjadi over supply layanan taksi di Solo. Order memang lebih banyak dari sebelumnya, tapi kan tarif layanannya lebih murah. Jadi sama saja tidak untung,” jelas Heru.

Heru mencatat pada akhir Februari ini sudah ada 30 pengemudi Solo Taksi yang pergi tanpa kejelasan. Dia menduga mereka pergi karena menyerah setelah kesulitan meraup untung dengan bekerja sebagai pegemudi taksi konvensional.

Manajemen PT Solo Central Taksi mencatat kini tinggal tersisa 70 pengemudi Solo Taksi yang bertahan. Dia meminta pemerintah bisa segera menegakkan kesepakatan yang diperoleh dengan para pengusaha taksi untuk memberikan kuota operasional taksi online pelat hitam di Soloraya hanya 100 unit.

Heru menyebut yang terjadi di lapangan bahkan tesiar kabar ada perkumpulan pengemudi taksi online di Soloraya yang kini talah memilki anggota kurang lebih dari 700 orang. “Yang jelas sekarang kami sudah pasti menunggak kredit karena pendapatan pengemudi berkurang. Kami tidak mungkin menutup terus kekurangannya. Yang terjadi sekarang kami kayak bermain congklak, ambil sini untuk mengisi tempat lain. Kalau sampai enggak bisa memenuhi kewajiban mengangsur, bisa saja perusahaan gulung tikar. Kami optimistis saja sekarang. Tapi praktiknya tidak tahu. Bisa cepat atau lambat bangkrut jika situasi dibiarkan seperti ini terus,” tutur Heru.

Anggota Masyarakat Transortasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menyebut pemerintah sudah seharusnya membatasi kuota transportasi online. Hal itu penting guna menghindari buruknya pelayanan dan gejolak yang muncul di lapangan.

Dia menyampaikan pembatasan kuota taksi online dimaksudkan menjaga agar tidak terjadi over supply layanan taksi di suatu daerah. Jika sampai terjadi over supply, para pengemudi taksi bisa saling berebut penumpang. Beberapa dari mereka yang kalah bersaing akhirnya tak mendapatkan penumpang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya