SOLOPOS.COM - Penari Rodat tampil pada Pasar Budaya Oro-oro Bukuran di Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Sragen, Minggu (21/11/2021). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN — Riski Hendrawan alias Doger, 23, masuki barisan lingkaran kaum pria yang berjalan sesuai arah jarum jam di lapangan di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Sragen, Minggu (21/11/2021).

Seolah mendapat kekuatan, petani muda tersebut tak terlihat kesakitan saat seorang pria lainnya membawa pecut mencambuknya berkali-kali begitu masuk lingkaran.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Cetar, cetar, cetar!” suara pecut saat mengenai tubuh Doger. Bapak-bapak mencambuk tubuh Doger sepanjang satu lagu syahadat dinyanyikan dalam sekali pentas.

Ada dua orang yang memasuki barisan lingkaran melakukan atraksi, yaitu Surono. Pria paruh baya menari itu dengan luwes sembari mengunyah jerami. Sedangkan Doger bertingkah seperti kera dengan melompat-lompat.

Lantas iringan nyanyian syahadat dan iringan musik tiga rebana atau terbangan dan satu jedor berhenti. Keduanya pria ambruk dan kejang sesaat. Seolah ada sesuatu dari dalam tubuh mereka keluar dengan sendirinya dan meninggalkan raga Surono dan Doger. Tanda pentas tradisi rodat selesai.

Baca Juga: Ini Dia 2 Desa Wisata Baru di Sragen, Baru Diluncurkan Kemarin

“Enggak main rodat biasa seperti ini [tubuh bisa merasakan sakit]. Tetapi kalau ketika main badan terasa ringan enggak ada apa-apa. Enggak ada rasa sakit. Ya itu biasanya sih alam [mendukung],” kata Doger.

rodat
Rodat Riski Hendrawan alias Doger, 23. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Dia menyadari ada yang memasuki tubuhnya secara mandiri atau tanpa panggilan saat pentas. Sesuatu yang memasuki Doger pergi dengan sendirinya saat musik setop. Namun, yang memasuki tubuh Doger mengajaknya memakan jerami kadang makhluk itu tidak keluar dari tubuh Doger dengan sendirinya.

“Saya sih enggak,” jawabnya sambil tertawa saat Solopos.com bertanya takut atau tidak saat ada yang masuk ke tubuhnya.

Kebal

Sekali pentas, para penari Rodat tampil biasanya membawakan empat lagu syahadat dengan lirik bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia karya warga setempat. Judul lagu syahadat itu  antara lain Kulonuwun, Jalan-jalan, dan Turun Sari. Ada kira-kira 24 penari dengan mengenakan dua pakaian berbeda membuat lingkaran.

Para penari meliuk-liuk membuat barisan melingkar dan sesekali membuat dua barisan. Kemudian beracak sesuai iringan lagu. Lingkaran merupakan simbol pagar pengaman bagi penari.

rodat
Pegiat Rodat, Wiji Demang, 42. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Pegiat Rodat, Wiji Demang, 42,menjelaskan Rodat merupakan warisan budaya leluhur warga setempat untuk melawan penjajah dan menyiarkan agama Islam. Penjelajah waktu itu melarang latihan bela diri dan baris-berbaris namun warga belajar bela diri dengan rodat.

Dia mengatakan orang yang melakukan atraksi memiliki makna kebal dengan cacian dan makian dari para penjajah. Para penari melakukan doa khusus meminta keselamatan kepada ibu pertiwi dan bapa angkasa sebelum pentas.

Baca Juga: Disporapar Sragen Beberkan Kunci Kesuksesan Desa Wisata

“Soal kemasukan mungkin ada karena tidak ada yang tidak mungkin. Karena ini peninggalan nenek moyang kami walaupun berjalan seiring waktu, nenek moyang kami tetap melihat. Dia bangga anak cucunya masih melanjutkan perjuangan semasa hidup dulu,” paparnya.

Dia menjelaskan sejumlah atraksi ditiadakan, antara lain makan beling, mengangkat kursi kayu dengan gigi, dan satu orang angkat tiga orang lainnya. Hal ini dilakukan karena rodat untuk pengenalan budaya kepada anak-anak kemarin.

Sebagai informasi, rodat sempat mati suri belasan tahun karena faktor ekonomi. Pemain rodat mayoritas merupakan petani sedangkan para petani disibukkan dengan kegiatan di sawah.

Dia menjelaskan rodat biasanya dipentaskan pada kegiatan hajatan, pesta pernikahan, dan memeriahkan hari ulang tahun Indonesia. Tradisi Rodat kurang populer dengan kesenian lain, antara lain wayang kulit atau campursari.

Namun, sejumlah remaja dan anak muda menjadi asa Desa Bukuran sebab mulai mau belajar dan menghidupkan tradisi Rodat, Salah satunya Doger. Ada sekitar 30 orang penari Rodat setempat dan 30 persennya tergolong remaja. Remaja merupakan generasi ketiga dar penari Rodat.

Baca Juga: Kampung Rodat di Kalijambe Sragen Diresmikan, Ini Penampakannya!

“Anak-anak muda sekarang ini daripada rodat mending gitaran, ketipung, campursari, nyanyi-yanyi. Kami rayu. Triknya pengen enggak bisa seperti ini, kejadian hujan tapi enggak jadi hujan, pengen enggak dibacok orang enggak tatu [cedera]. Mari buktikan di lapangan,” paparnya.

Adapun Pemerintah Desa Bukuran meresmikan Kampung Rodad di Dukuh Bukuran untuk dikembankan menjadi pusat belajar dan wisata, Sabtu (20/11/2021. Demang berharap anak muda dapat melestarikan warisan budaya dan mendapatkan penghasilan dari rodat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya