SOLOPOS.COM - Tradisi Lomban Jepara (Sumber: Detik.com)

Solopos.com, JEPARA — Tradisi (pesta) Lomban atau larung kerbau di tengah laut sudah menjadi tradisi tahunan bagi masyarakat nelayan di Kabupaten Jepara. Tradisi Lomban ini sendiri diperkirakan sudah berlangsung sejak satu abad lebih.

Dilansir dari Detik.com, Sabtu (3/7/2021), sejarahwan Jepara Thabroni menuturkan bahwa tradisi lomban ditilik secara akademik, angka  tahun dan dokumen sangat sulit dilacak. Namun diyakini bahwa kemunculannya tidak beda jauh dari tradisi serupa di daerah-daerah pesisir lain.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurutnya, tradisi Lomban sudah ada sejak sebelum Islam masuk ke Nusantara. Dia tidak menampik jika tradisi itu awalnya sebagai sesembahan kepada dewa laut atau penguasa laut. Namun, sejak islam masuk tradisi itu berubah bernapaskan Islami. Diantaranya doa-doa dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan rezeki.

Baca Juga : Ternyata Inilah Warteg Tertua di Kota Bahari

Thabroni juga mengatakan bahwa Islam masuk melalui celah-celah tradisi budaya sehingga Tradisi Lomban sudah bernapaskan Islami. Selain itu maksud dari tradisi ini adalah mengucap syukur atas rezeki yang dilimpahkan oleh Yang Maha Kuasa sehingga tidak ada salahnya untuk meneruskan tradisi yang memiliki maksud baik ini.

Terkait dengan kepala kerbau, Thabroni mengartikannya sebagai simbol membuang bala atau keburukan. Selain itu,  dalam Tradisi Lomban ada juga jajanan pasar, syukuran, wayang kulit dan makan bersama

Di Jepara sendiri, tradisi Lomban memang identik dengan nelayan. Salah satunya adalah tokoh yang membuat lomban menjadi hidup, yaitu Mbah Sidiq. Sementara itu, budayawan setempat Hadi Priyanto menambahkan bahwa pesta Lomban diperkirakan sudah ada lebih dari satu abad. Hal itu mengacu pada pemberitaan Kalawarti, sebuah majalah berbahasa Melayu tertanggal 12 dan 17 Agustus 1883.

Baca Juga : Pemkab-PDAM Wonosobo Gratiskan Air Bersih Bagi MBR

Tradisi ini biasanya dilakukan seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri dan acara dimulai dari Teluk Jepara dan berakhir di Pulau Kelor, sekarang dinamai sebagai Komplek Kartini. Saat ini, Tradisi Lomban dibuka dengan ziarah ke makam Encik Lanang sehari sebelum pelarungan kepala kerbau. Malamnya digelar wayang kulit semalam suntuk.

Selanjutnya, dilakukan doa bersama dan membawa kepala kerbau lengkap dengan sesaji ke tengah laut kemduan di larung. Larung kepala kerbau sendiri dimulai sejak 1920 silam. Tradisi ini oleh masyarakat Jepara juga dikenal sebagai bakda kupat.

Pada pelaksanaannya tahun ini, dikarenakan pandemi Covid-19, penyelenggara Tradisi Lomban tahun 2021 ini menutup area pantai di mana tradisi sedekah laut digelar. Upaya ini dilakukan untuk mencegah kepadatan masa atau kerumuman yang bisa berpotensi menularkan virus corona.

Melansir Suara.com, Kepala DInas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Jepara Zamroni Leistiaza, menyebutkan peserta sedekah laut dan larungan kepala kerbau dibatasi hanya 30 orang. 30 orang itu di antaranya ada jajaran Forum Komunikasi Pemimpin Daerah (Forkompimda) Jepara, tokoh agama dan tokoh masyarakat Kelurahan Ujung Batu. Karena bersifat tertutup, tidak ada kapa besar saat  ritual larungan dilakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya