SOLOPOS.COM - Ilustrasi aktivitas ekspor di pelabuhan. (JIBI/Solopos/Dok.)

Ekspor Indonesia perlu diwaspadai dengan adanya trade remedy.

?Harianjogja.com, JOGJA – Direktur Pengaman Perdagangan (DPP) Kementerian Perdagangan mengakhiri kegiatan Goes to Campus di UGM, Kamis (27/4/2017). Kegiatan pamungkas itu pun akhirnya menguak sebuah persoalan yang menjadi ancaman serius bagi ekspor Indonesia. Ancaman itu adalah tren penggunaan instrumen trade remedies secara signifikan. Padahal dalam beberapa waktu belakangan, terjadi kenaikan tren penggunaan instrumen trade remedies secara signifikan dalam perdagangan internasional.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Direktur Pengamanan Perdagangan (DPP) Kementerian Perdagangan Pradnyawati menyebut tren ini sebagai kondisi yang dapat menempatkan ekspor Indonesia dalam posisi bahaya.

“Ekspor Indonesia sedang dalam bahaya. Kita harus mewaspadai peningkatan tren penggunaan trade remedy,” ujarnya dalam acara DPP Goes to Campus, Kamis (27/4/2017) di University Club UGM.

Dia  menjelaskan prinsip trade remedy sebagai alat kebijakan perdagangan. Prinsip itu  memungkinkan pemerintah untuk mengambil tindakan eksepsi terhadap prinsip dasar WTO dengan menjalankan tindakan perbaikan terhadap impor yang menyebabkan kerugian material pada industri domestik.

Tindakan pengamanan perdagangan semacam ini, lanjutnya, dilakukan oleh pemerintah negara tujuan ekspor jika dirasakan adanya lonjakan impor barang sejenis atau barang yang langsung merupakan saingan hasil industri dalam negerinya.

Kebijakan semacam ini, ujar Pradnya, merupakan tindakan yang diperbolehkan untuk melindungi industri dalam negeri. Kendati demikian, ia menyayangkan  ekspor Indonesia pun tidak luput dari dampak penggunaan instrumen perdagangan yang diberlakukan oleh negara mitra dagang.

“Banyak perusahaan dan produk unggulan Indonesia sebelumnya telah dirugikan oleh aturan-aturan seperti ini,” ujarnya.

Untuk itu, Pradnya menjelaskan, Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk membantu semua perusahaan eksportir Indonesia yang akan dikenakan tindakan pengamanan perdagangan, salah satunya dengan memberikan advokasi secara optimal serta bersama perusahaan membawa kasus ke lembaga banding di negara penuduh atau membawa kasus ke lembaga sengketa di WTO apabila terjadi unfair proceeding.

Pradnya mengakui bahwa poin terakhir ini masih menjadi tantangan tersendiri bagi Kementerian Perdagangan.

“Sejak tahun 1995 sampai 2017, DPP telah menangani 295 kasus dumping, subsidi, dan safeguard. Tapi lebih sedikit kasus yang kita menangkan daripada yang kita kalah. Di Indonesia kita memang masih kekurangan pengacara perdagangan yang kompeten serta spesialis dalam perdagangan internasional,” tutur Pradnya.

Karena itu, melalui kegiatan DPP Goes to Campus, ia berusaha membangkitkan minat mahasiswa UGM terhadap bidang perdagangan internasional dan mulai melirik bidang ini sebagai peluang strategis untuk mengembangkan karier sekaligus berkontribusi bagi kemajuan perekonomian nasional.

“Kami membutuhkan sumbangsih pemikiran dari kampus, dari para mahasiswa ini. Perlu bantuan dari segenap elemen bangsa supaya kita bisa tampil outstanding di tengah panggung dunia, terutama dalam ekspor,” kata Pradnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya