SOLOPOS.COM - Sejumlah pengguna jalan di kawasan underpass Sawahan, Ngemplak, melintasi jalan tersebut dengan cara mengitari underpass yang belum jadi, Jumat (17/6/2016). (Aries Susanto/JIBI/Solopos).

Tol Solo-Kertosono, warga Tangkil menuntut pembuatan underpass untuk menyeberang jalan tol.

Solopos.com, SRAGEN–Warga Dusun Cumpleng, Desa Tangkil, Sragen, bersikukuh meminta dibuatkan underpass untuk menyeberangi jalan tol. Warga juga meminta pekerjaan proyek jalan tol sepanjang 600 meter dihentikan hingga tuntutan pembangunan underpass itu dipenuhi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu mengemuka dalam audiensi antara warga, PT Solo Ngawi Jaya (SNJ), Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Sragen, Kapolsek dan Danramil Sragen di Balai Desa Tangkil, Jumat (19/8/2016). Audiensi itu dihadiri ratusan warga Dusun Cumpleng yang sebelumnya berunjuk rasa menuntut dibuatkan underpass sebagai akses penyeberangan jalan tol pada Senin (15/8/2016) lalu.

Anggota staf proyek PT SNJ Biyanto pada kesempatan itu mengatakan secara teknis pembangunan underpass tidak dimungkinkan karena lokasi tersebut diapit dua overpass masing-masing di sebelah barat dan timur. Kedua overpass itu hanya berjarak sekitar 200 meter dari lokasi usulan pembangunan underpass tersebut.

“Pembangunan underpass otomatis akan menambah elevasi. Itu seperti membuat polisi tidur setinggi 2,5 meter. Tentu itu sangat membahayakan pengguna jalan tol yang memacu kendaraannya di atas 100 km/jam,” jelas Biyanto pada kesempatan itu.

Tidak hanya itu, pembangunan underpass juga membutuhkan pengurukan tanah kembali sepanjang 800 meter masing-masing di sebelah barat dan timur. Padahal, pada jarak 200 meter di sebelah barat dan 200 meter di sebelah timur sudah ada overpass. “Yang paling memungkinkan itu dibangun overpass. Underpass masih bisa dibangun dengan cara mengeruk lahan di bawah jalan tol. Tapi itu berpotensi mengakibatkan banjir saat terjadi hujan. Padahal, itu adalah jalur evakuasi banjir,” papar Biyanto.

Sementara itu, warga tetap berkukuh meminta dibuatkan underpass. Ketua RW 016, Wiyanto, yang mewakili warga mengatakan pembangunan underpass masih dimungkinkan selama ada kemauan dari pelaksana proyek. Menurutnya, pembangunan underpass masih bisa disiasati karena ketinggian jalan tol dari permukaan jalan antardusun itu sudah mencapai 1,5 meter. “Kalau kami meminta underpass setinggi 3 meter, berarti ketinggian jalan tol hanya perlu ditambah 1,5 meter lagi. Saya yakin itu bisa dilakukan selama ada kemauan,” terang Wiyanto.

Wiyanto menjelaskan selama usulan pembangunan underpass itu belum disetujui oleh BPJT, warga meminta pekerjaan proyek tol sepanjang 600 meter dihentikan per Jumat kemarin. Meski begitu, warga tetap mengizinkan kendaraan berat yang membawa material bisa melewati jalur tersebut.
”Kami memberi waktu selama sebulan kepada BPJT untuk memberi jawaban. Apabila dalam jangka waktu satu bulan tidak ada jawaban, kami bisa menggelar unjuk rasa lagi seperti kemarin [Senin],” jelas Wiyanto.

Hasil dari audiensi itu disajikan dalam berita acara yang akan dikirimkan ke BPJT. Biyanto mengakui penghentian pekerjaan proyek itu otomatis akan memperlambat pembangunan jalan tol. Menurutnya, tuntutan dari warga itu sulit dipenuhi. Meski begitu, keputusan bisa tidaknya pembangunan underpass itu ada di tangan BPJT. ”Nanti akan ada kajian teknis terlebih dahulu. Kami berharap BPJT bisa cepat memberi keputusan supaya kami bisa mengejar target pekerjaan,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya