SOLOPOS.COM - Sejumlah warga terdampak jalan tol mengikuti audiensi bersama PT Solo Ngawi Jaya (SNJ), PT Waskita Karya dan Pemkab Sragen di Aula Sukowati kompleks Setda Sragen, Rabu (18/5/2016). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Tol Solo-Kertosono, pembangunan overpass lebih baik dibandingkan underpass.

Solopos.com, SRAGEN–PT Solo Ngawi Jaya (SNJ) menilai pembangunan overpass di perlintasan jalan tol dengan jalan kabupaten lebih baik daripada underpass. Pembangunan overpass dinilai lebih cocok untuk pengembangan wilayah pada 10-20 tahun mendatang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu dikemukakan Direktur Utama (Dirut) PT SNJ David Wijayatno saat ditemui wartawan seusai beraudiensi dengan warga dan Pemkab Sragen di Aula Sukowati Kompleks Setda Sragen, Rabu (18/5/2016). David mengakui dari segi biaya, pembangunan underpass lebih murah daripada overpass. Meski demikian, pembangunan underpass tidak cocok untuk pengembangan wilayah pada 10-20 tahun ke depan dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi.

”Kita tidak tahu bagaimana perkembangan suatu wilayah pada 10 bahkan 20 tahun mendatang. Kalau perkembangan suatu wilayah itu menuntut underpass itu dilebarkan atau ditambah, ya susah. Tapi kalau overpass itu dilebarkan atau ditambah, itu lebih mudah. Menambah lagi overpass di sebelah overpass yang sudah ada itu lebih mudah daripada melebarkan underpass,” jelas David.

Selain sudah disesuaikan dengan kebutuhan jangka panjang, kata David, pembangunan overpass juga sudah sesuai petunjuk dari pemerintah. Menurutnya, makin banyak dibangun underpass, makin membuat jalan tol menjadi bergelombang atau naik-turun. Kondisi itu dikhawatirkan akan mengurangi kenyamanan pengguna jalan tol.

”Pembangunan jalan tol yang naik dan turun itu tidak dimungkinkan. Pemerintah itu inginnya jalan tol dibuat lurus terus. Pemerintah sudah memutuskan kelandaian jalan tol tidak boleh lebih dari 5%. Kalau dulu boleh sampai 10%. Supaya masyarakat lebih nyaman, jalan tol tidak boleh menanjak terlalu tinggi,” paparnya.

Terkait penolakan warga terhadap pembangunan overpass, PT SNJ tidak bisa memutuskan. Menurut David, yang berwenang untuk memutuskan perubahan desain persimpangan jalan tol adalah Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

”Desain persimpangan jalan tol itu sudah dibuat pada 2011-2012. Saat itu sudah ada koordinasi dengan pemda [Pemkab Sragen]. Tapi, dalam perkembangannya ada problem baru,” jelas David.

Guna mengkaji permasalahan yang dihadapi warga, PT SNJ bersama PT Waskita Karya dan Pemkab Sragen berencana menyurvei lokasi pembangunan persimpangan jalan tol itu pada Kamis (19/5/2016) pagi. Apabila memungkinkan terjadi perubahan desain perlintasan jalan tol dari overpass menjadi underpass, David bakal mengusulkan kepada BPJT.

”Nanti BPJT yang akan memutuskan. Intinya, nanti kami akan cek bagaimana kondisi di lapangan. Ada sekitar 27 titik persimpangan jalan tol. Kalau secara teknis masih memungkinkan untuk diubah desainnya, ya nanti akan kami usulkan ke BPJT,” paparnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Gringging Kecamatan Sambungmacan Hari Cahyono mengatakan warga setempat bergejolak menyusul ditutupnya empat ruas jalan antardusun sebagai dampak pembangunan jalan tol. Dari enam ruas jalan, pelaksana proyek hanya membangun dua jalur perlintasan berupa underpass selebar sekitar 3,7 meter. Bahkan, terdapat sebuah jembatan yang ditutup dan diganti dengan gorong-gorong yang berukuran lebih kecil.

”Kalau musim hujan, sungai itu biasa banjir. Kalau hanya diganti gorong-gorong yang sempit, kami khawatir luapan banjir itu bakal menggenangi permukiman warga,” kata Hari pada kesempatan itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya