Overpass Donohudan, Boyolali, tetap dibelokkan meski ada penolakan dari warga.
Solopos.com, BOYOLALI — Tuntutan sebagian warga Desa Donohudan, Ngemplak, Boyolali, agar kontruksi overpass tol Solo-Kertosono (Soker) di wilayah itu dibikin lurus akhirnya kandas. Pemkab Boyolali bersama Satker Tol Soker memutuskan kontruksi overpass tetap berbeok ke arah barat.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
“Hasil rapat antara warga, pemerintah desa, pemerintah kecamatan, dan utusan Bupati Boyolali memutuskan overpass tetap dibelokkan ke barat. Ini sudah menjadi keputusan final,” ujar Camat Ngemplak, Noegroho, kepada Solopos.com, Kamis (22/2/2018).
Noegroho memastikan keputusan itu sudah melalui kajian yang matang dari berbagai pihak. Tak hanya kajian secara teknis, namun juga kajian efiensi biaya dan waktu.
Atas dasar itulah, tegas Noegroho, proyek pembangunan overpass di Donohudan harus dianjutkan dan diselesaikan secepatnya. Warga yang tak setuju tak memiliki wewenang menghalangi pelaksana proyek di lapangan.
Pernyataan Noegroho ini juga ditegaskan Kepala Desa Donohudan, Sri Sumantinah. Menurut Sumantinah, keputusan untuk membelokkan overpass ke arah barat sudah melalui kajian dan rapat berkali-kali yang melibatkan unsur tokoh warga dan stakeholders.
Baca:
- Rencana Pembelokan Overpass Resahkan Warga Donohudan
- Warga Ngemplak Meradang Lihat Overpass Dibelokkan
- Dinilai Bakal Melumpuhkan Perekonomian, Pembelokan Overpass Ditolak Warga
“Pembelokan overpass ini sebenarnya adalah tuntutan warga juga. Dulu mereka menolak lurus dan minta dibelokkan. Sekarang setelah dibelokkan, malah warga lainnya menolak,” terangnya.
Sumantinah menyesalkan sikap sebagian warga yang tak terima dengan keputusan itu. Mereka mengganggu dan berupaya menghalangi pekerja overpass di lapangan.
“Tempo hari mereka bakar ban di lokasi proyek. Pekerja merasa tak nyaman dan akhirnya enggak melanjutkan pekerjaan. Ini sangat kami sesalkan,” terangnya.
Salah satu warga yang menolak overpass dibelokkan, Wahyu Sulistyo, menjelaskan alasan warga menolak overpass saat itu karena warga lebih memilih underpass. Namun lantaran permintaan warga tak dikabulkan, warga menolak pembebasan lahan untuk melanjutkan overpass.
“Kalau overpass belok, jalan di kampung jadi mati dan sepi. Ini yang ditolak warga,” paparnya.
Kemelut overpass Donohudan terjadi sejak pertengahan 2016 lalu. Saat itu, warga mengatasnamakan Forum Masyarakat Peduli Ngemplak (FMPN) menolak keras kelanjutan proyek overpass. Warga menuntut dibuatkan lagi akses berupa underpass.
Namun, usulan ini ditolak karena pembangunan overpass sudah 50% dan menjadi aset negara. Jika tak dilanjutkan, maka bisa masuk korupsi karena dianggap merugikan negara. Berulang kali mediasi dilakukan, namun selalu berujung deadlock.