SOLOPOS.COM - Situasi toko buku bekas di Alun-Alun Utara Keraton Solo (Solopos/Afifa Enggar Wulandari)

Solopos.com, SOLO — Salah satu pedagang buku di pusat penjualan atau pasar buku bekas kawasan Alun-Alun Utara (Alut) Keraton Solo, Fitri, menata tumpukan buku yang ia ambil dari bawah meja, Senin (5/6/2022). Meja tersebut memiliki ruang yang cukup besar untuk menyimpan ribuan buku dan bisa digembok.

Kepada Solopos.com, Fitri mengatakan ia bersiap lebih siang dibanding penjual yang lain. Baru pukul 10.00 WIB ia menata buku dagangannya. “Ini baru dhasar [membuka lapak]. Kalau saya memang agak siang, yang lain sudah dari pagi,” jelasnya.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Tampak tumpukan buku sastra Jawa yang sudah tertata. Ada buku berjudul Dharmogandul, primbon, lakon wayang, dan beberapa ulasan serat (karya sastra Jawa) juga.

Buku-buku di lapak Fitri di pusat penjualan buku bekas Alut Keraton Solo itu cukup beragam. Sayangnya, saat Solopos.com berkunjung ke lapaknya hingga pukul 12.00 WIB, belum ada satu pun pembeli datang.

Ekspedisi Mudik 2024

Fitri tak bisa memastikan betul jumlah orang yang datang ke lapaknya dalam sehari. Namun jika dihitung dari buku yang terjual, dalam sehari buku dagangannya laku 5-10 buku.

Baca Juga: Toko Togamas Solo Akan Tutup: Momen 13 Tahun Tak Sekadar Jualan Buku

“Kalau orang ya enggak tentu. Tapi sehari ya lima sampai 10 buku. Itu bisa dari satu orang membeli banyak,” imbuhnya. Hal tersebut berbeda saat sebelum 2017.

Fitri berusaha menggambarkan fenomena yang ia amati. Menurutnya, budaya membaca buku cetak di tengah masyarakat sudah menurun. Masyarakat perlahan menginginkan sesuatu yang instan dan lengkap.

Buku Pendidikan

Sebelum 2017, lebih dari 10 eksemplar terjual di lapaknya di pusat buku Alut Keraton Solo setiap harinya. “Mulanya [penjualan menurun] karena gadget itu ta. Mereka pengin mudah dan instan. Dibanding buku yang harus cari, beli, cenderung [lebih mudah] gadget,” tuturnya.

Baca Juga: Ternyata, Ini Alasan Toko Buku Togamas Solo Tutup Akhir Juni 2022

Selain budaya tersebut, menurut Fitri, masyarakat mulai beralih dengan toko online. Mereka lagi-lagi menginginkan akses membaca yang instan meski berdasar survei tim analisis Picodi.com pada 2019, 73 persen responden membeli buku di toko konvensional.

“Ya itu, toko olshop [online shop]. Mereka tinggal cari, cek out, sudah datang sampai rumah,” katanya. Sementara itu, salah satu pedagang di pusat buku Sriwedari Solo yang enggan disebut namanya mengatakan hal yang tak jauh berbeda dengan Fitri.

Meski di kawasan kompleks Sriwedari kebanyakan menjual buku bertema pendidikan, penjualan tiga tahun terakhir cukup menurun. “Menurun jelas iya ya. Ditambah kemarin ujian juga sempat tidak ada. Sementara di sini banyak carinya buku-buku ujian,” tuturnya.

Baca Juga: Pelanggan Tak Rela Toko Buku Togamas Solo Tutup, Ini Alasannya

Ada momentum tertentu yang bisa ia andalkan agar penjualan bukunya meningkat. Misalnya momentum tes seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan tes ujian tulis berbasis komputer (UTBK) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN).

“Palingan berharap ya pas masa CPNS atau SBMPTN itu ya. Pada cari-cari soal gitu,” tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Toko Buku Diskon Togamas di Jl Slamet Riyadi kawasan Purwosari, yang sudah 13 tahun eksis di Solo memutuskan menutup toko mereka. Alasannya karena situasi pandemi yang membuat penjualan buku sepi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya