SOLOPOS.COM - Ilustrasi perkawinan (divorcefinancialsolution.com)

Perkawinan kandas bukan pertanda dunia Anda telah berakhir.

Solopos.com, SOLO — Perkawinan kandas di tengah jalan menimbulkan trauma tersendiri. Namun, ada kalanya perceraian merupakan jalan terbaik bagi anak-anak dan masa depan mereka. Jika harus berpisah dengan pasangan hidup, apa yang harus dilakukan? Perlukah untuk segera menemukan pasangan baru dan memulai lembaran hidup baru?

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut salah seorang konsultan keluarga di Solo, Farida Nur Aini, orang yang bercerai harapannya bisa hidup tenang. Karena perceraian biasanya diawali dari ketidakharmonisan, ketidakcocokan.

Beberapa di antaranya berasumsi bahwa nanti setelah bercerai kehidupannya akan lebih baik. Menurutnya tidak semua yang bercerai berpikir akan segera menikah lagi. “Terutama hal ini dialami perempuan. Sebab perempuan jika bercerai biasanya akan fokus mengurus anak-anak atau membesarkan anak lebih dahulu,” ujar dia kepada Solopos.com, belum lama ini.

Menurutnya, perempuan akan hidup nyaman dengan suami, dengan catatan suami kedua diharapkan lebih baik dibanding suami pertama.

Soal berapa lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk bangkit dinilai tergantung dari kesiapan orang tersebut. Kalau dia mempunyai motivasi kuat hidupnya ingin fokus ke anak-anaknya, berarti untuk sementara tidak memikirkan suami atau pasangan hidup.

Tapi kalau merasa berat mendidik anak-anak sendiri dan dia berpikir untuk segera mencari pengganti suami yang dulu, tentu akan lebih cepat mencari suami atau pasangan. Mungkin berselang setahun atau dua tahun bisa memikirkan jodoh yang baru.
Namun dia memastikan tak ada ukuran pasti kapan sebaiknya orang menikah lagi setelah bercerai.

Apalagi adat ketimuran menyiratkan bahwa tak baik bagi mereka yang bercerai, dalam waktu singkat atau beberapa hari, menikah lagi.

Kalau pada perempuan ada masa idah yaitu selama 40 hari tak boleh keluar rumah, tak boleh berhias atau menampakkan diri keluar rumah. Beda halnya dengan laki-laki, ketika istrinya sudah dimakamkan, maka pria boleh menikah lagi.

“Tapi ini tak lazim, nanti pandangan masyarakat akan negatif. Seakan-akan suami tak ada masa berkabungnya karena sudah menikah lagi. Ini kan dua hal yang secara hukum agama diperbolehkan, tapi secara norma sosial hal ini dinilai kurang baik,” papar Farida.

Dia menjelaskan salah satu faktor pembangkit dari keterpurukan adalah kekuatan hati. Keyakinan bahwa dia akan baik-baik saja walau menyandang status janda atau duda, sehingga kalau dia yakin dengan hidup sendiri akan baik-baik saja.

Kadang orang berharap justru setelah berpisah dengan pasangannya dia akan lebih hidup tenang atau bahkan otomatis hidupnya akan lebih baik. Misalnya kasus perceraian karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), bagi istri ketika sudah berpisah dari suaminya yang ringan tangan, tentu merasa lega karena anak-anak juga tak lagi selalu dicekam ketakutan melihat bapaknya melakukan KDRT.

Menurut dia orang yang pernah gagal biasanya akan bersikap sangat hati-hati. Mereka tentu tak mau jatuh kedua kalinya. Seorang ibu, papar Farida, bisa merangkap peran sebagai ayah. Tapi ayah akan sulit bisa merangkap peran sebagai ibu. Dia menjelaskan bahwa pekerjaan ayah yang utama adalah bekerja, ini masih bisa dilakukan ibu. Tapi kalau pekerjaan ibu sulit dilakukan ayah.

Ditemui Solopos.com secara terpisah salah seorang dosen Fakultas Psikologi Universitas Setia Budi Solo, Sujoko, mengatakan orang yang gagal sering bersikap hati-hati. Dalam teori sosial ada konsep kesan pertama. Jadi kesan pertama akan meninggalkan jejak memori yang panjang dalam ingatan seseorang.

Hal ini dianggap cenderung bertahan lama sampai orang itu mati. Misalnya pada cinta pertama seseorang pernah disakiti, maka untuk jatuh cinta kedua akan sangat hati-hati. Jadi kegagalan bercinta pada tahap awal menjadi penentu tahapan-tahapan berikutnya.

Maka dalam teori sosial menyarankan, bangunlah kesan pertama sebaik mungkin karena orang akan beranggapan hari ini baik, besok tetap baik.

Menurut Sujoko, cara termudah untuk bangkit dari keterpurukan, ada beberapa hal. Namun dalam teori eksistensialisme menyuruh seseorang agar keluar dari zona itu.

“Kalau seseorang sakit hati karena putus dengan pacar sebaiknya jangan mikir itu terus. Segera keluar dari zona itu dan pikirkan yang lain,” kata dia.

Dia mengakui hal ini memang tak mudah dan tak semua orang bisa. Teorinya memang gampang tapi kalau menjalani sendiri akan terasa sulit. Sujoko juga mengatakan memperluas pergaulan dengan berbagai aktivitas bisa membantu menemukan cinta baru. Dia berpendapat dengan semakin banyak bergaul kemampuan untuk evaluasi diri akan semakin baik.

Hal serupa juga dikemukakan Farida Nur Aini. Dia berpendapat memperluas pergaulan dengan mengikuti berbagai kegiatan positif akan banyak membantu seseorang menetralkan hati. Orang yang yang sedih butuh pengalihan suasana, butuh sesuatu yang baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya