SOLOPOS.COM - Pemerhati anak, Hasto Daryanto (kiri) menyampaikan materi dalam acara Seminar Dahsyat Solopos Ceria bertema “Cara Mendidik Kreatif Anak Usia Dini” di Graha Soloraya, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (17/5/2014). (Eni Widiastuti/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Orang tua dan guru semestinya mendidik anak menjadi pribadi pencipta dan pemakna. Bukan sebaliknya, menjadi pribadi pengekor atau orang yang sekadar mengikuti orang lain.

Saran itu disampaikan pemerhati anak yang juga Kepala Seksi Kesetaraan dan Keaksaraan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Solo Hasto Daryanto.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurutnya, untuk mendesain anak menjadi generasi pencipta dan pemakna, lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) tidak boleh bertindak diskriminatif. PAUD, menurut dia, harus berperan sebagai ladang pensemaian bakat-bakat anak, menginspirasi anak untuk melihat masa depan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan hari ini, memberikan anak didik hak kebahagiaan hidup sesuai usia mereka, berorientasi kepada nilai-nilai kehidupan, menghidupkan kurikulum dengan pendidikan bermuatan kreativitas, problem solving, pembangunan karakter, life skill, dan aktivits pengembangan bakat.

“Pendidik dan anak didik harus sama–sama semangat dan sepakat untuk berjalan bersama menuju kemajuan,” jelasnya saat menjadi pembicara Seminar Dahsyat Solopos Ceria bertema “Cara Mendidik Kreatif Anak Usia Dini” di Graha Soloraya, Solo, Sabtu (17/5/2014).

Beberapa hal yang sebenarnya diharapkan anak usia dini agar menjadi generasi pencipta dan pemakna, menurut Hasto Daryanto, adalah mereka ingin pintar dalam cara yang memahami mereka. Anak-anak, menurut dia ingin kreatif dan punya kebebasan dalam mengembangkan bakatnya, ingin dihargai dan tidak ingin dihukum dengan stigma bodoh, gagal, nakal, ingin merasakan sosialisasi yang sehat dan indah dengan teman-temannya.

Anak-anak itu, sambung dia, ingin ada benang merah yang harmoni antara rumah dan sekolah. Karena itulah, anak-anak itu membutuhkan kepekaan dan kepedulian dari orang dewasa, ingin diajak berdialog secara aktif dan bukan hanya menempatkan diri mereka sebagai objek.

Oleh karena itu, simpul dia, seorang pendidik—baik itu guru maupun orang tua—harus menyadari bahwa mendidik bukan sekadar menyampaikan ilmu pengetahuan melainkan memotivasi anak untuk bekal hidup, mendidik dengan pengenalan pribadi sehingga tidak melihat semua anak sebagai makhluk yang harus diperlakukan sama, mendidik dengan semangat inspiratif, mengajak anak melihat kehidupan sebagai ladang yang tiada habisnya menghasilkan karya positif, mendidik dengan hati dan empati, mengajak anak dengan keteladanan, kasih sayang, dan persahabatan sebagai ranah ibadah untuk berbagi empati.

Pembicara lainnya yang juga master trainer PAUD tingkat nasional Galuh Murya Widawati mengungkapkan agar anak menjadi pribadi kreatif, pembelajaran yang diberikan kepada anak adalah pembelajaran yang menjadi minat anak. Pembelajaran anak seharusnya dioptimalkan dengan metode bermain, menyanyi, bercerita dan eksplorasi. Ketika belajar bersama anak, upayakan agar orang tua bisa masuk ke dalam dunia anak. Namun dalam saat tertentu, anak juga bisa masuk dalam dunia orang tua. “Saat ini banyak anak merasa dunia sekolah tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan,” jelasnya.

Cara belajar yang tidak sesuai dengan hak anak, terangnya, hanya akan menjadikan anak bisa tapi tidak suka dengan suatu hal. Akibatnya yang terjadi, anak bisa membaca tapi tidak suka membaca, anak bisa berhitung tapi tidak suka menghitung, anak bisa menulis tapi tidak suka menulis dan anak bisa berpikir tapi tidak suka berpikir.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya