SOLOPOS.COM - Peserta saat mengantre memasuki tempat kampanye Gemarikan di Kecamatan Selo, Rabu (7/9/2022). Gemarikan adalah cara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali untuk meningkatkan tingkat konsumsi ikan di Boyolali. (Istimewa)

Solopos.com, BOYOLALI–Tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Boyolali termasuk rendah dibandingkan dengan tingkat konsumsi ikan Jawa Tengah.

Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Boyolali, Nurul Nugroho, mengungkapkan tingkat konsumsi ikan di Boyolali masih sekitar 18,6 kilogram per kapita per tahun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sedangkan, angka konsumsi ikan di Jawa Tengah sekitar 30 kilogram per kapita per tahun.

Untuk meningkatkan angka konsumsi ikan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali melalui Disnakkan Boyolali menyemarakkan program Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) di berbagai kecamatan.

“Selama 2022, Gemarikan sudah dilaksanakan di Kecamatan Klego dam Kecamatan Selo,” ungkapnya kepada Solopos.com, Selasa (13/9/2022).

Selain itu, Nurul mengungkapkan Gemarikan juga menjadi bagian dari program untuk mencegah stunting. Ia mengatakan ikan memiliki kandungan besi yang tinggi serta omega 3 dan omega 6 yang bagus untuk kecerdasan anak.

Nurul mengatakan program Gemarikan ini menyasar untuk anak-anak bawah lima tahun (balita), ibu hamil, dan ibu menyusui.

“Sebenarnya harga ikan di Boyolali itu terjangkau. Coba bandingkan dengan harga daging sapi sekilo saja lebih dari Rp100.000. Sedangkan lele sekilo paling Rp20.000 – Rp22.000, kan jauh. Dan kandungan gizinya enggak kalah sama daging sapi,” terang dia.

Ia berharap tingkat konsumsi ikan di Boyolali yang masih rendah dapat meningkat karena harga ikan di Boyolali sangat terjangkau. Selain itu, ia juga mengingkatkan gizi dalam ikan yang tinggi sehingga penting untuk dikonsumsi.

“Harapan kami masyarakat terbiasa mengkonsumsi ikan dan kami terus gerakkan kampanye gemarikan agar masyarakat bisa menyajikan setiap hari. Dapatnya kan mudah, paling gampang lele,” terang dia.

Nurul mengatakan Kabupaten Boyolali sebenarnya surplus lele. Ia mengungkapkan produktivitas lele di Boyolali dalam sehari mencapai 30 ton. Namun, kebutuhan masyarakat Boyolali hanya dua hingga tiga ton per hari.

Ia mengatakan jika produksi lele di Boyolali dapat terserap di tingkat masyarakat sendiri, maka hal tersebut akan sangat bagus.

“Produksi harian di kampung lele sekitar 15 ton– 20 ton per hari. Kalau global [satu kabupaten] sekitar 30 ton per hari. Kebanyakan lelenya dikirim ke Yogyakarta dan Soloraya,” terangnya dalam wawancara, Jumat (9/9/2022)

Sementara itu, ibu rumah tanggal asal Kecamatan Cepogo, Sulastri, mengaku dirinya memang jarang menyajikan ikan sebagai lauk di rumah. Ia mengatakan hal tersebut karena keluarganya terbiasa mengkonsumsi lauk lain seperti tempe dan tahu.

Ia mengatakan mengkonsumsi ikan serasa lauk yang mewah. Ia mengaku biasanya membeli ikan ataupun daging ayam di saat bulan-bulan awal gajian suaminya.

“Ikan kan lauk mahal, dibandingkan harga tempe dan tahu jelas jauh harganya. Jarang pakai [lauk] ikan juga karena tukang sayur jarang bawa kecuali saya pesan duluan. Selain itu, jarang sekali orang jual ikan di desa, kalau beli ikan harus ke pasar. Beda sama tahu tempe yang dibawa sayur tiap hari,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya