SOLOPOS.COM - Sejumlah buruh di Kota Semarang menggelar demo di depan Kantor DPRD Jateng, Rabu (11/3/2020). Mereka menolak RUU Omnibus Law. (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

Solopos.com, SEMARANG — Tim Advokasi Pembela Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah menyebut ada 10 demonstran yang hingga masih ditahan aparat Polrestabes Semarang. Para demonstran di Semarang itu ditahan polisi karena berunjuk rasa menolak omnibus law UU Cipta Kerja di ibiu kota Jateng.

Pernyataan tim pengacara demonstran itu berbeda dengan apa yang disampaikan pihak Polrestabes Semarang. Sebelumnya, Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Benny Setyowadi, menyebut tinggal empat demonstran yang ditahan karena diduga melakukan tindak anarkistis.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Benny mengklaim total ada 269 orang demonstran di Semarang ditahan polisi dalam aksi demo menolak omnibus law UU Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (7/10/2020).

BTS dan ARMY Dipuji John Cena di TV Amerika Serikat

“Dari 269 orang itu, kita pulangkan 76 orang di lokasi. Sisanya, 193 orang kita bawa ke Polrestabes untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah proses interogasi, kita menemukan empat orang yang diduga melakukan perusakan. Sementara, 189 orang kita pulangkan,” ujar Benny di Kantor DPRD Jateng, Kamis (8/10/2020).

Sementara Tim Advokasi Pembela Kekebasan Berpendapat Jawa Tengah yang terdiri dari PBHI Jateng, LRC-KJHAM, dan YLBHI-LBH Semarang menyatakan hingga Kamis dini hari telah sukses membebaskan ratusan pendemo yang diduga menjadi korban salah tangkap aparat Polrestabes Semarang.

Pengacara Terhambat

“Sebelumnya, tim kuasa hukum mengalami kondisi yang tidak menyenangkan. Kami tidak diperbolehkan masuk, hingga pukul 23.30 WIB baru membuahkan hasil. Meski demikian, masih ada minimal 10 orang yang ditahan kepolisian,” ujar Kahar, pengacara dari PBHI Jateng.

Pelarangan pemberian akses bantuan hukum kepolisian juga meresahkan pihak keluarga yang sedari sore menunggu di depan Polrestabes Semarang. Mereka khawatir dengan keadaan anak atau kerabatnya termasuk juga kondisi para korban yang lemas karena belum mendapatkan makanan dari sore.

Belajar Islam Yuk! Ini Konsep Pemimpin dalam Islam…

“Tindakan ini bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [KUHAP] yang menyatakan saksi dan tersangka berhak didampingi oleh kuasa hukum dalam proses pemeriksaan. Tindakan ini juga Juga melanggar UU 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan UU 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, serta Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM,” imbuhnya.

Tim Advokasi juga menilai Polrestabes Semarang tidak kooperatif dalam memberikan data jumlah demonstan yang ditangkap, dibebaskan, atau yang masih ditahan. Selain membuat data simpang siur, hal ini juga membuat keluarga korban salah tangkap makin cemas dengan nasib kerabatnya.

“Kondisi ini diperparah dengan masa pandemi Covid-19, di mana para korban dikumpulkan secara berkerumun dan tanpa protokol kesehatan yang ketat. Hal ini mengkhawatirkan munculnya kluster baru atas kecerobohan Polrestabes Semarang,” tegasnya.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya