SOLOPOS.COM - Para petani di Dukuh/Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen, berunjuk rasa menolak penjualan sawah kepada investor pabrik sepatu, Selasa (14/7/2020). (Solopos-Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN -- Pandemi Covid-19 membuat target investasi Pemkab Sragen Rp1,9 triliun pada 2020 ambyar, namun adanya investor yang berniat membangun pabrik sepatu di Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, menjadi angin segar.

Sayangnya, penolakan dari sebagian petani menjadi batu sandungan terkait rencana pembangunan pabrik sepatu di Bonagung Sragen itu.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen, Tatag Prabawanto, mengemukakan dalam beberapa tahun terakhir Sragen dikenal memiliki iklim investasi ramah bagi investor.

Pilkada Solo: Bajo Lolos Syarat Dukungan, Duet Tukang Jahit-Ketua RW Tantang Gibran-Teguh

Ekspedisi Mudik 2024

Kemudahan yang diberikan dalam pengurusan izin pendirian usaha melalui satu pintu menjadi nilai tambah di mata investor. Akan tetapi, adanya penolakan dari warga sendiri berdampak kurang baik bagi iklim investasi di Sragen.

“Jangan sampai calon investor menganggap Sragen tidak lagi ramah investasi karena selalu ada penolakan dari warga. Selama tidak melanggar aturan, dalam arti tidak menerjang Perda RTRW, ya mestinya sah-sah saja,” ucap Sekretaris Daerah (Sekda) Tatag Prabawanto, saat ditemui Solopos.com di kediamannya, Jumat (21/8/2020).

Tatag mengakui investor pabrik sepatu di Bonagung sudah menjalin komunikasi informal dengan Pemkab Sragen meski belum mengajukan izin secara resmi.

Pelayanan Publik Tak Memuaskan di Era New Normal? Laporkan ke Sini

Menurut Tatag, total investasi yang dibawa investor pabrik sepatu itu senilai lebih dari Rp400 miliar. Bahkan, kata Tatag, dana senilai Rp24 miliar sudah dicairkan investor untuk membebaskan sebagian lahan di Desa Bonagung.

“Sekarang proses pembebasan lahan masih berlangsung. Biarkan itu berjalan dulu apa adanya. Pemkab Sragen tidak mengintervensi dalam proses ini. Prosesnya baru melibatkan petani dan calon investor. Nanti kalau pembebasan lahan sudah selesai, mereka baru mengajukan izin,” ucapnya.

Memberi Pemahaman Kepada Petani

Terkait adanya penolakan dari sebagian petani di Bonagung, Tatag menganggap hal itu sebagai bagian dari proses yang harus dilalui.

Dia mengakui tidak mudah memberi pemahaman kepada petani terkait manfaat besar yang bisa didapat ketika dibangun pabrik sepatu dengan jumlah karyawan sekitar 30.000 orang tersebut.

Permintaan Air Bersih Sragen Diprediksi Memuncak Awal September, Bantu Yuk!

Menurutnya, pihak investor sudah berbaik hati dengan menyediakan lahan seluas satu hektare untuk dibangun pasar. Selanjutnya, kios dan los di pasar itu akan diserahkan kepada para petani pemilik lahan di Bonagung.

"Multiplier effect-nya besar sekali. Jadi, sayang kalau calon investor pabrik sepatu pergi dari Sragen. Perekonomian warga sekitar akan terangkat. Yang terpenting, pabrik itu bukan penghasil limbah cair," ungkap Tatag.

Dia menjelaskan pabrik dengan limbah cair memang ditolak berdiri di utara Bengawan Solo karena di sana ada Waduk Kedung Ombo.

"Kami khawatir kalau dibangun pabrik dengan limbah cair, ekosistem dalam waduk akan rusak," papar Tatag.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya