SOLOPOS.COM - Kendaraan roda dua macet saat melintasi ruas jalan Laksda Adisucipto KM. 6, Depok, Sleman, Selasa (28/11/2017). Hujan secara terus menerus selama dua hari menyebabkan sejumlah ruas jalan tergenang serta menimbulkan bencana longsor dan kerusakan lahan pertanian dan perikanan. (Gigih M Hanafi/JIBI/Solopos)

Kajian terkait mitigasi rawan bencana banjir baru akan mulai disusun tahun 2018.

Harianjogja.com, JOGJA–Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY selama ini lebih banyak mengandalkan Early Warning Sistem (EWS) untuk memperingatkan warga saat bencana mendekat. Kajian terkait mitigasi rawan bencana banjir baru akan mulai disusun tahun 2018.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca juga :

Ekspedisi Mudik 2024

Plt Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Krido Suprayitno mengatakan kajian tersebut lebih kepada kontingènsi rawan bencana banjir. Kontingensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti keadaan yang masih diliputi ketidakpastian dan berada di luar jangkauan.

Kajian tidak dilakukan di semua sungai tapi hanya di kali-kali yang kaliber besar macam Winongo, Gajah Wong, Code, Opak, dan Sungai Oyo. Diharapkan setelah adanya kajian, titik-titik yang potensial bisa dipetakan untuk kemudian bisa diambil langkah yang tepat.

Selama ini, menurut Krido, mitigasi di kawasan bencana lebih banyak mengandalkan EWS. EWS adalah serangkaian sistem yang berfungsi untuk memberitahukan terjadinya kejadian alam. Sistem peringatan dini ini akan memberitahukan terkait bencana yang akan terjadi atau kejadian alam lainnya.

Ia menyebut EWS yang digunakan tidak hanya berupa teknologi terkini tapi juga mengandalkan alat konvensional macam kentungan dan sirine yang dibunyikan ketika bencana ada di depan mata.

Sementara terkait bencana banjir yang melanda beberapa wilayah Bantul dan Gunungkidul, Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY itu mengatakan, musibah itu bukan hanya disebabkan oleh serapan yang buruk di hulu, yakni di kawasan lereng Merapi. Tapi lebih karena cuaca yang ekstrem.

Menurutnya, musibah yang melanda tidak terprediksi sama sekali. Saat Siklon Tropis Cempaka menyerbu, BPBD DIY pun tidak memiliki langkah antisipasi. Sebab selama ini jawatan tersebut belum pernah berhadapan dengan badai sejenis.

“Kami baru tahu sepekan sebelum kejadian oleh BMKG, sehingga hanya punya waktu segitu untuk siaga darurat. Kebetulan curah hujannya lebih dari 40 milimeter [saat badai] sehingga Bantul dan Gunungkidul yang di daerah gunung pun terendam. Soalnya kalau cekungan dikasi air terus tentu akan meluap. Ini diluar perhitungan,” ucapnya di Kantor Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, Jumat (8/12/2017).

Untuk mencegah hal serupa terjadi kembali, Krido mengatakan telah menjadikan Pusdalops BPBD DIY sebagai media center yang akan menyebarkan informasi terkait cuaca selama 24 jam penuh. Masyarakat bisa mengakses layanan tersebut melalui telepon, pesan singkat maupun aplikasi percakapan.

“Hal itu dilakukan karena melihat kondis pasca siklon tropis cempaka dan untuk mengantisipasi puncak musim hujan yang diprediksi jatuh akhir Desember dan awal Januari. Kami menggunakan pola dasarian supaya tidak kehilangan momentum terhadap peningkatan cuaca ekstrem,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya