SOLOPOS.COM - Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018). (JIBI/Dwi Prasetya)

Solopos.com, WONOGIRI — Polres Wonogiri menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) Wonogiri di Aula Sanika Satyawadya Mapolres setempat, Selasa (13/19/2022). FGD dihadiri berbagai elemen masyarakat, jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Wonogiri, perwakilan PT Pertamina, dan tamu undangan lainnya.

Saat FGD berlangsung, sejumlah elemen masyarakat di Wonogiri mengaku kesulitan mendapatkan Pertalite dan solar setelah harga BBM naik, Sabtu (3/19/2022). Di sisi lain, Pertamina menyebut hal itu disebabkan ada pembatasan kuota BBM subsidi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Perindustrian dan Perdagangan Wonogiri, Wahyu Widayat, menuturkan Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, sudah mengusulkan penambahan kuota BBM di Wonogiri kepada PT Pertamina pada Juli 2022. Namun hingga saat ini belum ada tanggapan.

Kuota BBM subsidi jenis Biosolar untuk Wonogiri sebanyak 33.242 kiloliter/tahun dan Pertalite sebesar 54.106 kiloliter/tahun.

“Pak Bupati sudah mengusulkan penambahan kuota BBM bersubsidi sebanyak 70 persen untuk Pertalite dan 20 persen untuk solar. Tapi sampai hari ini belum ada jawaban,” kata Wahyu kepada Solopos.com di Polres Wonogiri, Selasa.

Baca Juga: Pendaftaran Subsidi Tepat Melalui MyPertamina Masih Berjalan

Ketua Organisasi Angkutan Darat Wonogiri, Edi Purwanto, mengatakan bus antarkota antarprovinsi (AKAP) seringkali dibatasi ketika mengisi BBM jenis biosolar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Hal itu menyebabkan perjalanan bus AKAP terganggu lantaran harus berkali-kali mengisi BBM di beberapa SPBU. 

“Oleh karena itu, kami meminta agar pembatasan tidak perlu dilakukan. Itu mengganggu perjalanan penumpang. Kalau bisa, saya usul, mungkin ada jalur khusus untuk angkutan umum di SPBU,” kata Edi di FGD pada siang itu. 

Dia melanjutkan, setelah harga BBM naik seharusnya tidak ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi. Sebab pembatasan itu menambah sulit masyarakat guna mendapatkan BBM bersubsidi. 

Penasihat Grab Wonogiri, Roestam, juga mengaku kerap kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi jenis Pertalite. Hal itu jelas menyulitkan sekaligus memberatkan para driver ojek online (ojol) seperti dirinya.

Baca Juga: Hari Ini, Tarif Ojol Resmi Naik

Bahkan tidak jarang, SPBU di Wonogiri sering kehabisan stok BBM bersubsidi jenis Pertalite. Sehingga dia dan driver ojol lain terpaksa membeli BBM nonsubsidi jenis Pertamax.

“Itu jelas sangat memberatkan bagi kami para driver ojol. Kami seakan-akan seperti dipaksa membeli Pertamax. Penghasilan kami tidak seberapa untuk membeli Pertamax,” ujar Roestam. 

Tidak jarang Roestam harus mengantre panjang di SPBU untuk mendapatkan Pertalite. Dia mengharapkan agar Pertamina menambah kuota BBM bersubsidi di Wonogiri. 

Sales Branch Manager PT Pertamina, Ahad Jabbar Syaifullah, menjelaskan pembatasan kuota BBM merupakan kebijakan pemerintah. PT Pertamina sebagai badan usaha milik negara (BUMN) hanya bisa mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat.

Baca Juga: Harga BBM Naik, DPRD Wonogiri: Berpotensi Naikkan Angka Kemiskinan

Pembatasan kuota tersebut terjadi pada BBM bersubsidi jenis bahan bakar tertentu atau JBT (Biosolar dan minyak tanah) dan jenis bahan bakar khusus penugasan khusus (Pertalite).

Pembatasan kuota BBM bersubsidi dilakukan karena kuota yang tersedia di sudah sangat minim. Bahkan menurut perhitungan, BBM jenis Pertalite itu akan habis pada Oktober 2022 jika pemerintah tidak bisa menambah kuota. 

“Selain itu, pembatasan kuota ini agar BBM bersubsidi digunakan yang berhak menerima, agar penggunaannya tepat sasaran. Makanya, sekarang ada penggunaan barcode ketika membeli BBM bersubsidi. Itu fungsinya memonitor agar penggunaan BBM bersubsidi ini tepat sasaran,” jelas Ahad. 

Perihal pembatasan kuota pembelian terhadap angkutan umum, Ahad menyampaikan hal itu sudah diatur sejak 2020. Mobil penumpang roda empat hanya boleh mengisi BBM maksimal 60 liter, mobil angkutan barang dan jasa roda empat maksimal 80 liter, dan angkutan roda enam atau lebih maksimal 200 liter setiap satu kali pengisian di satu SPBU. 

Baca Juga: Imbas Kenaikan Harga BBM, Tarif Angkutan Umum di Wonogiri Naik hingga 30%

Perwakilan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Boyolali, Danang, mengatakan Pertamina memastikan tidak ada kelangkaan BBM di masyarakat. TBBM Boyolali selalu mengirimkan BBM ke SPBU di Soloraya, sebagian Jawa Timur, dan Kabupaten Semarang. Perjalanan terjauh untuk mengirimkan BBM membutuhkan maksimal enam jam. 

“Jadi, kalau ada SPBU kehabisan BBM itu bukan karena langka tapi karena sedang menunggu pengiriman. SPBU sekarang sudah terdigitalisasi sehingga TBBM tahu pasti di mana SPBU yang persediaannya akan habis, langsung kami kirim,” ungkap Danang. 

Dia menambahkan, pembatasan kuota itu perlu dilakukan lantaran produksi minyak mentah di Indonesia tidak dapat mencukupi kebutuhan. Dalam sehari, Indonesia membutuhkan minyak mentah sebanyak 1.400-1.500 barel per hari. Sementara produksi minyak mentah di Indonesia hanya 600 barel per hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya