SOLOPOS.COM - Kapolres Wonogiri, AKBP Dydit Dwi Susanto (tiga dari kiri) bersama pejabat polisi lainnya menunjukkan barang bukti kasus pidana, termasuk kasus peredaran obat keras tanpa izin di Mapolres, Jumat (10/9/2021). (Solopos/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI — Peredaran obat keras tanpa izin di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Para pemuda, termasuk pelajar, menjadi sasaran empuk peredaran obat penenang yang membayakan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jangka panjang itu.

Peredaran di Kabupaten Wonogiri sudah sampai ke pedesaan. Setiap tahun aparat Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Wonogiri membekuk pengedar. Dari pengungkapan kasus terbaru diketahui, pengedar mudah mendapatkan obat daftar G berbagai jenis dengan cara memesan di platform jual-beli dalam jaringan (daring).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Meski dijual di platform terbuka, tetapi tidak setiap orang mengetahui bahwa barang yang dijual adalah obat keras. Hanya orang yang terlibat dalam bisnis tersebut yang memahami. Pelaku mengelabui orang dengan menjual barang lain, seperti casing telepon seluler (ponsel). Namun, dengan cara tertentu pengedar dapat membeli obat keras meski yang dipesan adalah casing ponsel.

Baca juga: Hiiii… Ada 2 Sosok Misterius di Balik Asale Dusun Tandon di Selogiri Wonogiri

Modus itu diketahui dari pengakuan Hiba Tullah, 29, pengedar obat keras yang ditangkap aparat Satresnarkoba Polres Wonogiri di Kecamatan Baturetno, Senin (9/8/2021) lalu. Pemuda asal Dusun Karang Widodo RT 002/RW 010, Desa Glesungrejo, Kecamatan Baturetno itu diduga kuat menjual obat keras berbagai jenis sejak lama.

Kasatresnarkoba Polres Wonogiri, AKP Dimas Bagus Pandoyo, kepada Solopos.com, menyampaikan tersangka Hiba mengaku menjual obat keras kepada para pemuda di Kecamatan Baturetno dan sekitarnya.

Tak sedikit dari pembeli merupakan pelajar. Mereka nekat mengonsumsi obat penenang karena sejumlah alasan, seperti sedang ada masalah, orang tua pisah, dan tak mendapat kasih sayang lantaran orang tua merantau, dan sebagainya.

Satu strip isi 10 butir dijual seharga Rp50.000. Dari penjualan itu Hiba memperoleh untung sebesar Rp20.000/strip. Dia mendapatkan obat keras dengan membeli daring. Penjual menyaru menawarkan casing ponsel. Namun, Hiba sudah memahami modus tersebut karena bagian dari jaringan bisnis peredaran obat keras tanpa izin. Sekali transaksi Hiba memesan puluhan strip yang berisi ratusan butir.

“Sasaran penjualannya anak-anak muda yang sering nongkrong. Pelajar juga ada. Awalnya tersangka hanya mengonsumsi. Lama-lama dia menjual karena tergiur dengan keuntungannya,” kata Dimas mewakili Kapolres Wonogiri, AKBP Dydit Dwi Susanto saat dihubungi, Sabtu (11/9/2021).

Baca juga: Ini 5 Tempat Angker di Pemalang, Jembatan Comal – Gunung Gajah

Hiba mengaku menjual obat keras belum lama. Namun, polisi menduga dia menjalankan bisnis itu sejak lama. Dugaan itu diperkuat dengan barang bukti ratusan butir obat keras.

Polisi menyita 264 butir obat trihexphenidyl yang dikemas dalam puluhan strip. Hal itu berarti Hiba sudah memiliki banyak pelanggan. Pelanggan sebanyak itu kecil kemungkinan diperoleh dalam waktu cepat.

“Tersangka ditahan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Dia dijerat dengan Pasal 197 subsider Pasal 196 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar,” imbuh Dimas.

Baca juga: Semangat! 6 Atlet Klaten Masuk Kontingen Jateng di PON Papua

Dia mengimbau orang tua/wali siswa dan orang tua pada umumnya mengawasi anak dengan ketat. Pada masa pembelajaran jarak jauh (PJJ) seperti sekarang anak dengan mudah beraktivitas di luar rumah. Jika salah pergaulan mereka bisa terjerumus dalam lingkaran peredaran obat keras, bahkan narkotika. Mengonsumsi obat keras, terlebih narkotika membahayakan kesehatan.

“Kalau anak sering membeli casing ponsel atau barang lainnya secara online, orang tua juga perlu curiga. Sekarang bisnis peredaran obat keras modusnya jual casing ponsel. Bukan tidak mungkin pakai modus jual barang lainnya. Masa pandemi Covid-19 ini semua serba sulit. Mengonsumsi obat keras atau bahkan narkotika hanya membuat kondisi tambah ruwet,” terang Dimas.

Dia mencatat, hingga Sabtu itu telah mengungkap 20 kasus penyalahgunaan narkoba, termasuk peredaran obat keras. Peredaran obat keras tak hanya di kawasan kota, tetapi hingga ke wilayah pedesaan. Catatan Solopos.com, pada tahun-tahun sebelunnya polisi juga menangkap penjual obat keras.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya