SOLOPOS.COM - Ilustrasi karaoke (albertmoyerjr.wordpress.com)

Solopos.com, JAKARTA -- Pemerintah segera membangun pusat data lagu dan musik untuk mengoptimalkan penarikan dan pendistribusian royalti kepada para pencipta lagu atau musisi.

Dirjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Freddy Haris, mengatakan rencana tersebut untuk mendukung implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik. Sebelumnya, pemerintah melalui Kemenkumham berencana membuat pusat data dengan nama Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) tersebut pada 2020. Namun akhirnya ditunda karena Pandemi Covid-19.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

"Kami ingin membangun data center komprehensif. Tapi karena COVID, tidak jadi dibangun di 2020. Rencananya, data center dibangun pada 2020, sehingga nanti di 2021 sistem data lagu hingga sistem royaltinya ada," tambahnya.

Baca Juga: Keberatan Harus Bayar Royalti, Ini yang Dipersoalkan PHRI tentang PP 56/2021

Nantinya pusat data tersebut dapat diakses oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Bisa pula oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, dan pengguna secara komersial. Kemudian LMKN akan mengelola royalti berdasarkan data yang telah terintegrasi antara pusat data musik dan lagu dengan SILM.

"Artinya, pusat data ini untuk menyajikan data mengenai siapa penciptanya, penyanyinya siapa, produser rekamannya siapa," kata Freddy saat jumpa pers melalui Zoom meeting, Jumat (9/4/2021).

Lebih Akuntabel

Freddy mengatakan soal pengelolaan royalti sebenarnya sudah lama diterapkan. Namun tahun ini lebih dipertegas agar jelas dan akuntabel. Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang terlalu penting jika dilihat dari prioritas program mereka pada 2017-2022. Kalau sesuai rencana, pada 2020 dilakukan pembangunan data center secara fisik. Selanjutnya pada 2021 membuat aplikasi dan menyiapkan semua peralatan, baru dirilis pada 2022.

Namun ia mengklaim banyak musisi yang datang mengeluh soal hak cipta maupun royalti karya. Sehingga pihaknya merasa perlu mempercepat semuanya. “Sebenarnya pengelolaan royalti sudah ada sejak lama. PP yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Maret lalu dibuat untuk mempertegas Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Atau Musik,” terangnya.

Baca Juga: Jokowi Keluarkan PP 56/2021, Kini Putar Lagu Tak Lagi Bebas, Harus Bayar Royalti

Lebih lanjut, Freddy, menegaskan PP ini diberlakukan untuk kesejahteraan sekaligus bentuk penghargaan bagi para musikus. Mengingat dia sering menemukan musikus yang tak mendapatkan haknya meskipun karyanya digunakan banyak orang. Namun, ia juga tak melarang jika ada pencipta lagu yang tidak berkenan karyanya ditarik royalti. Misalnya Julian Jacob, dan Kunto Aji.

Kompensasi

Isteri mending Didi Kempot yang juga seorang musisi, Yan Vellia, Jumat, mengapresiasi tindakan pemerintah. Menurutnya pengaturan royalti tersebut penting sebagai bentuk penghargaan bagi seniman. Selama ini banyak yang menggunakan lagu-lagu ciptaan suaminya tanpa izin resmi maupun pengurusan royalti.

Sementara itu, setahun terkhir ini Yan dan keluarga besar mendiang Didi juga tengah mengurus hak cipta lagu mendiang suaminya. Ada 350 judul lagu yang sudah mereka daftarkan, dari total 700 lebih. “Sekarang prosesnya juga masih berlanjut. Kami melakukan pendataan baik suara, maupun video Mas Didi,” terangnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Humas dan Promosi Badan Pimpinan Cabang Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPC PHRI) Solo, Sistho A Sreshtho, Jumat, mengatakan urusan royalti sebenarnya bukan hal baru bagi dunia perhotelan. Hotel bintang sudah biasa mengurus lisensi lagu yang mereka gunakan. Misal di hotelnya sendiri ada 200-an kamar dengan tagihan minimal Rp12 juta per tahun.

Pencatatan Data Digital Bisa Maksimalkan Royalti Musisi

Namun yang menjadi masalah adalah momentumnya. Pandemi Covid-19 hampir semua hotel maupun restoran mengalami kesulitan karena tak ada tamu. Bahkan beberapa hotel kesulitan membayar karyawannya.

“Dalam kondisi ini kalau muncul PP soal royalti, akan menjadi beban tambahan bagi kami. Maka kami melihat perlu ada kompensasi dari pemerintah. Kami enggak ada tamu, tidak ada kompenssi penggunaan listrik, bahkan ada yang kesulitan membayar karyawan. Sejauh ini hotel juga selalu menyumbang andil yang besar dalam pembayaran PAD. Jadi harus ada solusinya,” harapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya