SOLOPOS.COM - Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dan Ketua KPU Arief Budiman (kiri) dalam rilis hasil OTT KPK yang menjerat komisioner KPU Wahyu Setiawan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/1/2020). (Antara-Dhemas Reviyanto)

Solopos.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka terkait Penetapan Anggota DPR terpilih 2019-2024.

Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang pada Rabu-Kamis (7-8/1/2020).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Selain Wahyu Setiawan, KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, Harun Masiku, dan pihak swasta, Saeful, sebagai tersangka.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjabarkan kontruksi perkara ini. Mulanya, pada Juli 2019 salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seorang advokat bernama Doni untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU No 3/2019 Tentang Pemungutan  dan Penghitungan Suara.

Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan wafatnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Gugatan kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu (PAW).

Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan tersangka Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut.

Namun, lanjut Lili, pada 31 Agustus 2019 KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas. Dua pekan kemudian atau 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg.

"SAE [Saeful] menghubungi ATF [Agustiani Tio Fridelina] dan melakukan lobi untuk mengabulkan HAR [Harun Masiku] sebagai PAW," kata Lili dalam konferensi pers, Kamis (9/1/2020).

Selanjutnya, Agustiani yang juga orang kepercayaan Wahyu mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari Saeful kepada Wahyu Setiawan untuk membantu proses penetapan Harun. Wahyu lantas menyanggupi membantu dengan membalas, “Siap, mainkan!”

"Untuk membantu penetapan HAR sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu, WSE [Wahyu Setiawan] meminta dana operasional Rp900 juta," kata Lili.

Kemudian, untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan dua kali proses pemberian. Proses itu terjadi pada pertengahan Desember 2019 senilai Rp400 juta dari salah satu sumber dana yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, Doni, dan Saeful.

"WSE menerima uang dari ATF sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan," katanya.

Penyerahan berlanjut pada akhir Desember 2019 senilai Rp850 juta dari Harun Masiku pada Saeful melalui salah seorang staf di DPP PDIP. Dari uang itu, Saeful lantas memberikan uang Rp150 juta pada Doni dan sisanya Rp700 juta yang masih berada di tangan Saeful dibagi menjadi Rp450 juta pada Agustiani yang Rp250 juta untuk operasional.

"Dari Rp450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," ujar Lili.

Namun, pada 7 Januari 2020 berdasarkan hasil rapat Pleno, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW dan tetap pada keputusan awal. Setelah gagal di Rapat Pleno KPU, kata Lili, Wahyu Setiawan kemudian menghubungi advokat Doni menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar Harun menjadi PAW.

Sehari setelahnya, Komisioner KPU Wahyu Setiawan meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh Agustiani yang kemudian berujung operasi tangkap tangan. "Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk dolar Singapura," tutur Lili.

Wahyu Setiawan dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Adapun Masiku dan Saeful disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya