SOLOPOS.COM - Bu Matun, penjual dawet seharga Rp1.500 per porsi saat melayani pembelinya di warungnya di Kabupaten Ponorogo, Kamis (30/6/2022). (Ronaa Nisa’us Sholikhah/Solopos.com)

Solopos.com, PONOROGO — Salah satu warung yang menyuguhkan minuman segar bersantan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yaitu warung dawet Bu Matun. Warung dawet yang ada di tikungan ujung barat Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kelurahan Tamanarum, Ponorogo, itu menawarkan dawet murah meriah.

Mulai berdiri sejak 1984, warung dawet Bu Matun konsisten memberikan harga yang murah bagi semua kalangan. Padahal minuman sejenis di Ponorogo harganya antara Rp3.000 hingga Rp5.000 per porsi. Sedangkan Matun menjualnya hanya Rp1.500 per porsi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Harga tersebut baru naik pada bulan lalu. Sebelumnya, Matun hanya menjual dawet racikannya Rp1.000 per porsi.

Pada waktu awal berdiri, perempuan yang kini berusia 66 tahun itu menjual dawet seharga Rp25 per porsi. Harga tersebut berlaku mulai 1984 sampai 1990. Kemudian harga itu naik menjadi Rp50 per porsi mulai 1990 sampai 1994.

Baca Juga: Nikmatnya Dawet Legendaris Bu Matun Ponorogo, Harganya Rp1.500/Porsi

Pada 1994 sampai 1998, harga dawet naik menjadi Rp200 per porsi. Kemudian pada 1998 sampai 2010 harganya hanya Rp800 per porsi. Selanjutnya pada 2010 sampai 2020 harganya naik Rp1.000 per porsi.

Matun yang merupakan warga Desa Demangan, Kecamatan Siman, Ponorogo, itu bercerita mengenai kenapa harga dawet racikannya dijual murah. Meski pun harga bahan baku pembuatan dawet naik setiap tahun.

Ada cerita miris dari keputusannya menjual dawet dengan harga miring tersebut. Dia mengaku saat menentukan harga tersebut teringat saat hidupnya susah dengan kondisi tidak bekerja dan tidak bisa makan.

Baca Juga: Pastikan Tak Ada ODGJ Dipasung, Ponorogo Buka Pusat Rehabilitasi Jiwa

Berkaca dari kisah hidupnya, Matun pun berkomitmen menjual racikan dawetnya dengan harga murah bagi semua kalangan.

“Saya teringat zaman susah dulu, tidak bisa makan, tidak bisa kerja. Jadi saya tidak tegas kalau harus menaikkan harga. Hitung-hitung sebagai amal ibadah,” kata dia saat ditemui Solopos.com, Kamis (30/6/2022).

Prinsip itu juga dilengkapi dengan keinginannya untuk membantu pembeli menikmati makanan dan minuman murah. Meski ia harus merelakan keuntungan yang tidak terlalu banyak. Cara itu juga dilakukan sebagai saran beramal kepada sesama.

Baca Juga: Nasib Objek Wisata di Ponorogo, Tak Berpengunjung Gegera Kotoran Sapi

Meski menjual dengan harga yang sangat murah, lanjut Matun, selama ini tidak pernah mendapat protes dari penjual dawet lainnya. Padahal rata-rata dawet yang dijual di wilayah kota Ponorogo seharga Rp3.000 per porsi.

Menurutnya, rezeki setiap orang itu berbeda-beda dan telah ditentukan Tuhan. Meski menjual dengan harga murah, selama puluhan tahun warungnya tetap berdiri dan tidak pernah sepi dari pembeli.

“Saya tetap untung [meski tidak banyak]. Pembeli juga untung karena harganya murah,” jelasnya.

Bukan hanya menjual dawet dengan harga miring, ia juga menjual berbagai makanan seperti bakmi dan nasi bungkus seharga Rp1.500. Untuk kopi juga dijual seharga Rp1.500. Sedangkan untuk jajanan seperti gorengan seharga Rp500.

Baca Juga: Duh, di Ponorogo Ada 3.802 ODGJ, Pemicunya Ekonomi hingga Bullying

‘’Ayah saya dulu juga berjualan dawer keliling sawah-sawah dengn pikulan,’’ tuturnya.

Namun, tahun 1982 ayahnya berhenti dan Matun mulai meneruskan berjualan dawet. Dia setiap pagi bersepeda dari Siman ke Tamanarum. Warung dawet Matun itu buka sejak pukul 07.00 WIB.

‘’Tutupnya tidak pasti, tergantung ramai atau tidak. Kadang-kadang jam 12 siang atau sampai jam satu,’’ pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya