SOLOPOS.COM - Foto Gunung Merapi yang diambil dari udara. (BPPTKG)

Solopos.com, SLEMAN -- Hutan di kawasan Gunung Merapi membutuhkan waktu puluhan tahun untuk kembali pulih menjadi hutan sekunder setelah terdampak erupsi gunung berapi tersebut.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merapi Pujiati mengatakan berkaca pada erupsi Gunung Merapi pada 2010 silam, dampak signifikan yang diakibatkan oleh material yang diluncurkan saat Gunung Merapi erupsi memang berimbas kepada vegetasi hutan yang ada di wilayah Cangkringan, Sleman, DIY, dan sekitarnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Berkaca pada erupsi tahun 2010, wilayah yang terdampak berat erupsi yakni hutan di wilayah Cangkringan dan sekitarnya," ujar Pujiati saat dimintai konfirmasi, Jumat (5/2/2021).

Baca juga: Tanggul Sungai Mlese Gantiwarno Klaten Jebol, Sawah 5 Ha Terendam

Ekspedisi Mudik 2024

Dia menjelaskan hutan yang terkena dampak dari material erupsi Gunung Merapi membutuhkan waktu panjang untuk kembali pulih. Proses pertumbuhan semak belukar hingga kembali menjadi hutan sekunder membutuhkan waktu puluhan tahun.

"Satu sampai dua tahun pascaerupsi, semak belukar dan pertumbuhan jenis pionir dimulai. Tiga sampai lima tahun pascaerupsi pertumbuhan jenis pionir mulai menutup area terbuka. Enam sampai 10 tahun pertumbuhan semak belukar dan vegetasi jenis pionir menjadi hutan sekunder," sambung Pujiati.

Klasifikasi Hutan Primer

Dari hutan sekunder menuju ke hutan sekunder tua, lanjut Pujiati, membutuhkan proses cukup lama hingga sebuah hutan masuk dalam klasifikasi hutan primer.

"Proses ini akan berlangsung sampai 25 tahun sampai menjadi hutan sekunder tua dan bertahap tergantikan oleh jenis sub klimaks maupun klimaks kemudian menjadi hutan primer. Proses ini membutuhkan waktu lama [ratusan tahun] apabila tidak terjadi gangguan lagi," terangnya.

Baca juga: 3 Sungai Meluap Picu Banjir di 8 Desa di Sragen, 120 Ha Sawah Terendam

Untuk kembali menjadikan hutan di wilayah TNGM rindang, ungkap Pujiati, pihaknya melakukan sejumlah upaya. Termasuk di dalamnya yakni penanaman di area bekas erupsi.

"Upaya TNGM dengan melakukan penanaman menggunakan press block di area terdampak berat tahun 2011 dan penanaman di area bekas erupsi untuk pengayaan jenis hutan pegunungan (pionir, sub klimaks dan klimaks)," terang Pujiati.

Sebelumnya, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan sejak memasuki masa erupsi efusif pada tanggal 4 Januari 2021 lalu, hingga saat ini aktivitas Gunung Merapi terhitung masih tinggi.

Jarak Horizontal

Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya awan panas guguran sejak tanggal 7 Januari 2021. Bahkan, pada Rabu (27/1/2021) kejadian awan panas guguran mencapai 52 kali.

"Hasil foto udara menunjukkan jarak luncur awan panas pada 27 Januari 2021 mencapai 3,5 km untuk jarak miring atau 3,2 km jika dihitung jarak horizontal," ujar Kepala BPPTKG Hanik Humaida beberapa waktu lalu.

Baca juga: Jelang Jateng di Rumah Saja, Pasar dan Bakul Sayur Keliling di Soloraya Diserbu Pembeli

Lebih lanjut, jarak luncur awan panas guguran masih dalam rekomendasi jarak bahaya yang telah ditetapkan, yaitu pada jarak maksimum 5 km dari puncak Gunung Merapi.

Adapun, Hanik juga menyebutkan bahwa awan panas masih berpotensi terjadi di Gunung Merapi. Daerah yang berpotensi bahaya awan panas guguran dan guguran lava adalah alur Kali Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih sejauh maksimal lima km.

"Erupsi eksplosif juga masih mungkin terjadi di Gunung Merapi. Potensi bahaya erupsi eksplosif ini berupa lontaran material vulkanik dalam radius 3 km dari puncak," sambung Hanik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya