SOLOPOS.COM - Ilustrasi ternak ayam (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Sebanyak 11 breeder kelas kakap dinyatakan terbukti melakukan kartel ayam dan dihukum KPPU.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bersalah 11 peternak (breeder) terlapor perusahaan pembibitan unggas terkait kesepakatan apkir dini 6 juta induk ayam atau parent stock. Ke-11 breeder didenda untuk membayar kepada kas negara dengan total Rp119,67 miliar.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Majelis Komisi menghukum 11 dari 12 terlapor karena terbukti bersepakat melakukan kartel dengan bersembunyi di balik surat instruksi Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian. Adapun terlapor VIII dinyatakan bersalah tetapi lolos dari jeratan denda karena dianggap tidak melakukan tindakan sesuai instruksi Dirjen.

Ketua Majelis Komisi Kamser Lumbanradja menyatakan bahwa terlapor I hingga terlapor XII terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 11 UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bunyi dari pasal tersebut yaitu pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi.

“Menghukum para terlapor untuk membayar denda dan menetapkan pembatalan perjanjian pengapkiran dini parent stock yang ditandantangi oleh terlapor I hingga terlapor XII,” katanya dalam sidang putusan perkara No. 02/KPPU-I/2016.

Dalam putusannya, terlapor I PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk dan terlapor II PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk dihukum membayar denda masing-masing Rp25 miliar. Jumlah tersebut merupakan denda maksimal yang diatur dalam UU Persaingan Usaha.

Selanjutnya, PT Malindo Feedmill Tbk selaku terlapor III diputus membayar denda Rp10,8 miliar, PT CJ-PIA selaku terlapor IV dihukum dengan denda Rp14,1 miliar, PT Taat Indah Bersama sebagai terlapor V didenda Rp11,5 miliar.

Sementara itu, terlapor VI Cibadak Indah Sari Farm didenda Rp5,3 miliar, terlapor VII PT Hybro Indonesia sebesar Rp6,5 miliar, terlapor IX PT Wonokoyo Jaya Corporindo Rp10,8 miliar, terlapor X CV Missouri Rp1,2 miliar, terlapor XI PT Reza Perkasa Rp1,2 miliar dan terlapor XII PT Satwa Borneo Jaya Rp8 miliar.

Anggota Majelis KPPU, Sukarmi, mengatakan para terlapor terbukti melakukan kesepakan kartel pada pertemuan dengan Dirjen PKH pada 14 September 2015. Majelis komisi menilai tidak ada data valid terkait over supply anak ayam usia sehari atau day old chicken (DOC) yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Menurutnya, pemerintah hanya menerima serta merta data dari para pelaku usaha yang dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) selaku asosiasi. “Berdasarkan keterangan, terlapor pernah menyatakan tidak mengalami dan tidak mengetahui terkait adanya over supply,” tuturnya.

Dia menambahkan, para terlapor terbukti meraup keuntungan dari tindakan apkir dini. Pasalnya, terdapat kenaikan harga DOC ditingkat breeder setelah dilakukan apkir dini. Kenaikan harga DOC dari semula Rp4.800 menjadi Rp6.000 ini dialami oleh sebelas terlapor pada periode November hingga Desember 2015

“Majelis komisi berpendapat apkri dini yang dilaksanakan terlpaor tidak menyebabkan kerugian apapun baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, kecuali terlapor VIII PT Expravert Nasuba. Mereka atas kemauan sendiri mengurangi produksi dengan apkir dini sebelum adanya kesepakatan,” ujarnya.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan tindakan apkir dini oleh para terlapor mengakibatkan kerugian pada peternak sebesar Rp224 miliar. Kerugian ini disebabkan oleh kenaikan harga DOC.

Dia menyebutkan, industri unggas di Indonesia dikuasai oleh perusahaan besar yang memiliki bisnis unggas dari hulu ke hilir. Oleh karena itu, pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan perubahan UU No.41/2014. Regulasi tersebut menjadi pintu masuk proses konglomerasi perunggasan yang mematikan peternak mandiri.

“Salah satu upaya agar kartel unggas tidak terjadi adalah dengan membuat BUMN Unggas,” katanya seusai sidang.

Sementara itu, kuasa hukum PT Charoen Pokphand IndonesiaTbk (PT CPI) Harjon Sinaga mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan KPPU. Dia menegaskan kliennya tidak melaksanakan apkir dini karena bukan perusahaan pembibitan unggas melainkan perusahaan pakan ternak.

“Yang melakukan apkir dini adalah anak usaha klien kami yaitu Charoen Pokphand Jaya Farm,” katanya saat ditemui usai sidang.

Adapun PT CPI memiliki 95% saham di PT Charoen Pokphand Jaya Farm. Harjon mengungkapkan akan berkonsultasi dengan kliennya perihal pengajuan keberatan ke pengadilan negeri atas putusan KPPU.

Kuasa hukum PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk Eri Hertiawan berujar pihaknya tentu akan mengajukan keberatan ke pengadilan negeri. Menurutnya, putusan KPPU sama sekali tidak mempertimbangkan kesaksian pada saksi ahli di persidangan. “Kami jelas akan mengajukan keberatan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya