SOLOPOS.COM - Launching atraksi prajurit Keraton Solo di kompleks Keraton Kasunanan Surakarta, Sabtu (6/11/2021) siang. (Solopos/Ika Yuniati)

HUT hari jadi kota solo ke-277

Solopos.com, SOLO — Perjanjian Giyanti yang membagi wilayah Kerajaan Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta disepakati pada 13 Februari 1755 atau 267 tahun yang lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Perjanjian itu melibatkan VOC, pemimpin Kerajaan Mataram Paku Buwana (PB) III, dan Pangeran Mangkubumi. Lahirnya perjanjian karena polemik internal di kalangan pewaris Mataram sejak pemerintahan PB II.

Perjanjian Giyanti  membagi Kerajaan Mataram menjadi dua kerajaan baru, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Hal ini terjadi kurang lebih 10 tahun setelah pemindahan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram dari Keraton Kartasura ke Desa Sala yang menjadi tonggak berdirinya Kota Solo.

Baca Juga: Begini Ramainya Rebutan Gunungan HUT Perjanjian Giyanti di Karanganyar

Sejarawan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Galih Adi Utama, mengatakan konflik internal di Keraton Solo menghabiskan waktu yang panjang. Adanya ketidakpuasan dari sejumlah pangeran mengakibatkan mereka keluar dari istana, salah satunya Pangeran Mangkubumi.

Mangkubumi mendirikan basis aliansi di area pemberontakan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa tepatnya di Sukowati. Kemudian Mangkubumi bergabung dengan Raden Mas Said dan membentuk aliansi.

Aliansi RM Said – Mangkubumi Terpecah

“Aliansi tersebut mencapai titik puncak ketika Mangkubumi mengenalkan [dirinya] dengan gelar Susuhunan Paku Buwana II. Pada 1752, aliansi tadi pecah dan berdiri sendiri-sendiri. Kekuatan Mangkubumi lalu melemah,” ungkap saat wawancara dengan Solopos.com melalui Whatsapp, Minggu (13/2/2022).

Baca Juga: 267 Tahun Perjanjian Giyanti, Situsnya di Karanganyar Dikira Makam

Sementara itu di Solo, telah ada pergantian raja dari PB II ke PB III. Bersamaan dengan itu, VOC memutuskan mencari mediator agar PB III bisa berunding dengan Pangeran Mangkubumi. Proses tersebut memunculkan kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Giyanti.

Isinya bahwa setengah wilayah Mataram diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi disertai sejumlah syarat. Syarat itu antaranya pengangkatan patih-patih istana harus atas persetujuan kompeni. Selain itu, perjanjian tersebut juga menjelaskan adanya aturan-aturan dagang oleh Belanda.

Filolog sekaligus pendiri Sraddha Institute Solo, Rendra Agusta, mengatakan tujuan Perjanjian Giyanti sebenarnya adalah menghentikan peperangan yang terjadi.

Baca Juga: Kisah Pangeran Sambernyawa, Saat Kecil Hidupnya Terlunta-lunta

“Perjanjian Giyanti isinya menetapkan raja. Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I. Kemudian membagi wilayah. Mangkubumi tidak dapat menuntut wilayah-wilayah yang sudah diserahkan kepada Belanda,” kata Rendra saat ditemui Solopos.com, Minggu (13/2/2022).

Perang Diponegoro

Namun, perjanjian yang menetapkan pembagian wilayah itu ternyata bukan akhir dari penyelesaian konflik penataan Jawa. Setelah perjanjiaan pada 13 Februari 1755 itu, masih muncul konflik dan pemberontakan lain.

Rendra menjelaskan perang Diponegoro pada 1830 dan perjanjian Klaten menjadi tanda di mana penataan lahan pemerintahan di Jawa belum lah usai. Setelah perjanjian Giyanti masih muncul konflik-konflik baru.

Baca Juga: Sejarah Solo: Saat Keraton Pindah 1745, Amerika Masih Koloni Inggris

“Jadi, wilayah yang dibagi itu beririsan, wilayah Mangkubumi dengan wilayah PB III ini beririsan. Akhirnya timbul konflik lagi, dan masih ada pemberontakan Buminata, pemberontakan Pangeran Singasari,” imbuhnya.

Konflik wilayah Jawa baru betul-betul selesai dan tertata setelah perang Diponegoro tahun 1830. Ada Perjanjian Klaten tertangggal 27 September 1830 itu yang akhirnya mengakhiri konflik penataan tanah Jawa.

“Jadi soal pembagian tanah itu masih sangat panjang. Sampai akhirnya ada Mangkunegaran dan Pakualaman,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya