SOLOPOS.COM - Ilustrasi virus Corona. (freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan Pemerintah Indonesia seharusnya sudah mulai memperbaiki sistem pendataan setiap kasus yang ditimbulkan oleh virus Covid-19, pada momentum tepat dua tahun pandemi melanda RI.

Update mengenai seberapa banyak Omicron di Indonesia sekarang baik di Jawa-Bali, khususnya yang luar Jawa-bali berapa banyak jumlahnya di kita, itu data yang penting,” kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 IDI, Zubairi Djoerban, saat dihubungi Antara melalui telepon, Rabu (2/3/2022), di Jakarta.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lebih lanjut, Zubairi meminta pemerintah untuk mengoreksi data dan meningkatkan pelacakan hingga 100.000 tes per hari di seluruh wilayah Tanah Air. Sebab, ungkap dia, jumlah orang yang melakukan tes PCR saat ini mulai mengalami penurunan. Menurutnya, tes yang saat ini dilakukan hanya mencapai sekitar 50.000 saja per hari.

Baca juga: Jokowi Tak Ingin Tergesa-Gesa Ubah Status Pandemi ke Endemi, Kenapa?

Dengan sebagian besar sampel yang diperiksa per hari, berasal dari Provinsi DKI Jakarta. “Ini harus lebih dikoreksi lagi dengan sejumlah tes PCR yang diperiksa. Karena rata-rata per hari itu, Jakarta mengambil 25 persen dari seluruh total sampel di Indonesia. Jadi mohon kepada provinsi-provinsi yang lain untuk meningkatkan jumlah tes PCR nya,” ucap Zubairi.

Pelaporan Kasus Positif dan Kematian

Dia menambahkan selain pelacakan kasus aktif Covid-19, pelaporan berapa banyak jumlah kasus positif dan kematian akibat Omicron baik di dalam maupun luar Pulau Jawa-Bali seharusnya ikut dijabarkan agar masyarakat menjadi paham. Sebab meski Omicron tidak menimbulkan gejala berat seperti Delta, ujarnya, namun Omicron tetap berbahaya dan menyebabkan kematian.

Oleh sebab itu, dia meminta agar pemerintah dapat memperbaiki sistem data tersebut agar dapat menciptakan sebuah gambaran yang lebih tepat untuk membantu penanggulangan pandemi Covid-19.

Baca juga: Pemerintah Pertimbangkan Ubah Status Pandemi Jadi Endemi, Ini Kata Ahli

“Kita lihat akhir-akhir ini rumah sakit mulai terisi lagi, kita lihat kematian per hari itu juga masih nyata. Berapapun jumlah kematian, itu bermakna bagi keluarga yang ditinggalkan,” ujar dia.

Sementara itu, Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman menjelaskan setelah pada tahun 2021 Indonesia fokus pada vaksinasi, saat ini negara perlu melakukan perbaikan sistem data Covid-19.

Sebab, kasus infeksi yang ditemukan dan dilaporkan, jumlahnya masih jauh lebih sedikit dibandingkan yang sebenarnya terjadi di masyarakat. “Untuk diketahui dari April 2020 hingga saat ini, kita masih disebut dengan level community transmission. Meskipun sudah ada sejumlah peningkatan penanganan ya,” kata Dicky.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Belum Berakhir, Mari Belajar dari Flu Spanyol

Dicky menambahkan manajemen data merupakan sebuah dasar bagi para pemimpin bangsa untuk mengambil keputusan dalam menentukan strategi efektif yang kuat. Data-data berbasis ilmiah yang tepat dan tersusun rinci akan mempermudah pemerintah memprediksi masa depan.

Termasuk menjadi modal negara untuk beradaptasi dengan pandemi berikutnya dan akan membangun terciptanya persepsi risiko dalam masyarakat. “Tanpa penguatan sistem kesehatan, tentu ini akan menjadi beban besar untuk menghadapi ancaman pandemi berikutnya,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, tepat dua tahun yang lalu atau 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Menteri Kesehatan (Menkes) saat itu, Terawan Agus Putranto, di Istana Kepresidenan mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya