SOLOPOS.COM - Batu bata kuno reruntuhan tembok baluwarti sisi barat bagian luar bekas Keraton Kartasura, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah yang dijebol menggunakan alat berat, Jumat (22/4/2022). Penjebolan tembok dihentikan karena merusak bangunan cagar budaya dan kemudian diberi garis polisi. Kini kasus perusakan cagar budaya itu ditangani Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan kepolisian. (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Kasus penjebolan tembok  Benteng Baluwarti bekas Keraton Mataram di Kartasura, Sukoharjo, oleh warga setempat masih menimbulkan polemik yang tak kunjung rampung. Usut punya usut, masyarakat ternyata juga kerap mengambil batu bata benteng eks Keraton Kartasura untuk membuat rumah sejak zaman dahulu.

Benteng bekas Keraton Kartasura menjadi bagian perjalanan sejarah kejayaan Kerajaaan Mataran Islam di Jawa. Keraton Kartasura memiliki dua benteng yakni benteng bagian dalam bernama Srimanganti dan benteng bagian luar bernama Baluwarti.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di dalam Benteng Srimanganti terdapat masjid, bangsal, dan permakaman. Sementara Benteng Baluwarti terletak hanya sekitar beberapa meter dari Benteng Srimanganti.

Baca Juga: Benteng Keraton Kartasura Dirusak, Gibran: Piye To?

Ekspedisi Mudik 2024

Juru kunci benteng bekas Keraton Kartasura, Mas Ngabehi Suryo Hastono, mengatakan zaman dahulu, panjang tembok Benteng Baluwarti bisa lebih dari satu kilometer. Kini, bangunan benteng yang tersisa hanya sepanjang 100 meter. Benteng tersebut yang dijebol warga untuk akses material ke dalam benteng.

“Zaman dahulu, banyak masyarakat yang ndodosi batu-batu benteng untuk membangun rumah. Diambil satu, dua dan seterusnya. Sebagian bangunan benteng berubah menjadi pekarangan milik warga,” katanya saat ditemui wartawan di benteng bekas Keraton Kartasura, Minggu (24/4/2022).

Pria yang akrab disapa Suryo itu menyampaikan kondisi itu terjadi selama bertahun-tahun lantaran masyarakat menggangap bekas Keraton Kartasura tak lagi digunakan setelah pemerintahan Mataram pindah ke Kota Solo pada 1745 silam. Selama ratusan tahun, kondisi bangunan benteng luar tak terawat dan memprihantikan.

Baca Juga: Amangkurat II, Sosok Pendiri Keraton Kartasura sebagai Penerus Mataram

Tertutup Ilalang

Sebagian bangunan benteng tertutup rumput ilalang dan terkesan kotor. Kemudian, pemerintah menebitkan UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya guna melindungi dan menjaga berbagai situs cagar budaya di Indonesia.

“Nah, setelah UU Cagar Budaya terbit, tak ada lagi yang berani mengambil batu bata benteng karena ada sanksinya. Namun, sebelum ada UU Cagar Budaya pada 2010, banyak warga yang hendak membangun rumah mengambil batu bata benteng luar,” ujarnya.

Suryo menyebut pemilik lahan yang menjebol tembok Benteng Baluwarti Keraton Kartasura tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah kelurahan atau pihak-pihak terkait. Suryo menganggap penjebolan benteng Keraton Kartasura merupakan kesalahan fatal. “Beruntung ketahuan dan kegiatan proyek segera dihentikan. Kalau tidak, itu semua [Benteng Baluwarti] habis, tak tersisa,” ujarnya.

Baca Juga: BPCB Jateng Cek Kondisi Tembok Keraton Kartasura yang Dijebol Warga

Lebih jauh, Suryo menambahkan salah satu kendala dalam menjaga dan melindungi kawasan eks Keraton Kartasura yakni anggaran operasional. Dia mengaku hanya menerima honor sebagai juru kunci dari Keraton Solo tak lebih dari Rp200.000 per bulan.

Padahal, Suryo bertanggung jawab membersihkan kawasan benteng bekas peninggalan Keraton Kartasura seluas 2,5 hektare. “Setiap pekan, saya membeli obat pembasmi rumput. Biasanya, habis tiga botol. Sekarang, harga satu botol Rp110.000. Jadi anggaran operasional yang menjadi kendala,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya